• November 27, 2024
Presiden tidak ada niat untuk mengurangi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

Presiden tidak ada niat untuk mengurangi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Presiden Jokowi juga tak akan setuju jika hasil pansus hak penyidikan meminta UU KPK direvisi.

JAKARTA, Indonesia – Sekretaris Kabinet Pramono Angung menegaskan Presiden Joko “Jokowi” Widodo tidak ada keinginan untuk mengurangi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, kata Pramono, Jokowi berusaha konsisten dengan pernyataannya yang tidak akan membiarkan lembaga antikorupsi dilemahkan.

Komentar ini dilontarkan karena ada ketidakcocokan di tubuh pemerintahan Jokowi. Saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin lalu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan KPK tidak seharusnya mempunyai kewenangan penuntutan.

KPK, kata Prasetyo, harus mencontoh lembaga antikorupsi SPRM Malaysia dan CPIB Singapura.

Kewenangan CPIB Singapura dan SPRM Malaysia hanya sebatas fungsi penyidikan dan penyidikan, kata Prasetyo di hadapan Komisi 3 DPR pada Senin 11 September di gedung parlemen.

Dengan terbatasnya kewenangan yang dimiliki kedua lembaga ini, sebenarnya mereka mampu mencapai pemberantasan korupsi secara efektif. SPRM Institute Malaysia memang mempunyai divisi penuntutan, namun untuk melaksanakannya harus mendapat izin dari Jaksa Agung Malaysia.

Sementara itu, Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap menyoroti kerusuhan melalui operasi tangkap tangan (OT). Sementara itu, posisi Indonesia belum membaik jika dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK).

Vonis Prasetyo jelas menuai kecaman dari masyarakat karena terkesan setuju dengan pembatasan kewenangan KPK.

Meski demikian, Pramono menegaskan pemerintah tidak ada niat untuk mengurangi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hal itu disampaikan Presiden saat meresmikan tol di Mojokerto, Jombang. Selain tidak bermaksud melemahkan KPK, Presiden juga menyampaikan bahwa kita semua wajib melindungi KPK, ujarnya.

Padahal, jika hasil Pansus Hak Penyidikan KPK nantinya menunjukkan adanya pengujian terhadap UU KPK, maka Presiden, kata Pramono, tidak akan menyetujuinya. Meski begitu, Presiden Jokowi menyetujui perlunya dilakukan perubahan administratif.

“Tetapi tidak secara mendasar,” katanya.

pernyataan Prasetyo offside

Sementara itu, Ketua SETARA Institute Hendardi mengaku terkejut dengan pernyataan Prasetyo. Sebab, lebih banyak menggambarkan pernyataan politisi dibandingkan PNS.

Menurut dia, apa yang diucapkan Prasetyo di hadapan anggota Komisi III saat rapat kerja di DPR bukan hanya di luar topik, tapi mencerminkan tindakan disiplin.

Seharusnya Prasetyo menuruti keinginan presiden yang dengan tegas menolak pelemahan KPK. Sikap beliau justru memperburuk integritas dan citra kejaksaan yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada sikap pemerintah sehingga digeneralisasikan bahwa pemerintah bermaksud melemahkan KPK, kata Hendardi hari ini dalam keterangan tertulisnya.

Apalagi, kata Hendardi, daripada mengkritik KPK, sebaiknya Prasetyo fokus memperbaiki lembaga yang dipimpinnya. Sebab, sejak Prasetyo memimpin selama tiga tahun terakhir, belum ada prestasi apa pun.

Oleh karena itu, ia berpesan kepada Presiden Jokowi untuk segera mendisiplinkan Prasetyo. Jika hal ini dibiarkan maka akan muncul aktor-aktor lain yang berniat melemahkan KPK.

Apalagi, hal itu terjadi di saat hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi dan DPR sedang renggang setelah lembaga antirasuah mengusut kasus mega korupsi pengadaan KTP elektronik. Pernyataan Prasetyo mungkin bisa memancing aktor lain yang anti KPK.

“Ini yang disyukuri oleh banyak aktor yang ingin melemahkan KPK. “Jika hal ini terjadi, masyarakat akan dirugikan karena lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengawasi penyelenggaraan pemerintahan secara transparan dan akuntabel bisa menjadi tumpul,” ujarnya. – Rappler.com

Data Pengeluaran Sydney