• November 22, 2024

Ratusan orang menghadiri pemakaman Mbah Gotho, orang tertua di dunia

SRAGEN, Indonesia – Orang tertua di dunia asal Sragen, Sodimejo alias Mbah Gotho, akhirnya meninggal dunia pada Minggu sore, 30 April. Ia meninggal pada usia 146 tahun.

Siang tadi, jenazahnya dimakamkan di pemakaman dekat kediamannya di Dusun Pangangn, Desa Cemeng, Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah. Sebenarnya, hari Minggu kemarin adalah waktu yang dinanti-nantikan. Sebab sejak tahun 1992 ia ingin kematian segera menghampirinya. Padahal sebenarnya dia masih hidup 25 tahun kemudian.

Mbah Gotho telah menyiapkan beberapa perlengkapan pemakaman antara lain batu nisan, peti mati, dan jaket saat meninggal. Di usianya yang sudah sangat lanjut, Mbah Gotho sudah tidak mempunyai teman seumuran. Keempat istri dan anak-anaknya sudah lama meninggal. Jadi, dia tinggal bersama cucu-cucunya.

“Mbah selalu bilang dia adalah orang yang tersebar di dunia dan Tuhan belum memanggilnya di usia setua itu,” kata Suryanto, cucu yang setiap hari merawat Mbah Gohto, kepada Rappler di pemakaman.

Sebelum meninggal, Mbah Gotho sempat dirawat selama enam hari di RS Soehadi Prijonegoro, Sragen pada 12 April lalu. Sebab, HB-nya turun.

Sepulangnya ke rumah, Mbah Gotho hanya makan bubur sumsum selama dua hari. Selain menu makanan, ia enggan makan dan minum hingga menghembuskan nafas terakhir.

Suryanto mengatakan, kakeknya tidak memberikan pesan apa pun kepadanya sebelum kematiannya. Mbah Gotho ingin keluarganya ikhlas saat ia tak ada lagi di dunia ini.

“Sebelum Mbah Gotho jatuh sakit, dia berkata: ‘Kalau saya diminta oleh Yang Maha Kuasa, anak cucu saya harus memaafkan saya’,” kata Suryanto menirukan ucapan kakeknya saat itu.

Tidak pernah ada keluhan

Mbah Gotho tercatat sebagai orang tertua di dunia. Hal itu dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcatpil) Sragen. Di KTP ia tercatat lahir pada tanggal 31 Desember 1870.

Karena tidak ada saksi hidup, maka pembangunan Pabrik Gula Gondang pada tahun 1880 menjadi patokannya. Mbah Gotho mengaku usianya sepuluh tahun saat pabrik gula itu berdiri.

Semasa hidupnya, Mbah Gotho menikah sebanyak empat kali. Beliau mempunyai lima anak, 25 cucu, 27 cicit, dan 12 cicit. Sebelum tahun 1993, Mbah Gotho diasuh oleh Sukinem, anak dari istri keempatnya, Rayem.

Sukinem kemudian meninggal pada tahun 1993. Mbah Gotho akhirnya diasuh oleh Suryanto, anak Sukinem.

Saat Suryanto diwawancarai sejumlah media beberapa waktu lalu, Suryanto mengaku tak keberatan menjaga sang kakek. Ia, istri dan kedua anaknya sangat senang bisa merawat Mbah Gotho. Apalagi Mbah Gotho tidak pernah sakit dan sangat mandiri.

Saat pertama kali tinggal bersama Suryanto, Mbah Gotho sering berjalan-jalan sendirian merawat pekarangan. Saat itu, kondisi fisik Mbah Gotho masih prima.

Di usia tuanya ia tetap sehat meski staminanya sudah tidak seperti dulu lagi. Tulang punggungnya sudah tidak kuat lagi sehingga Mbah Gotho harus menggunakan tongkat jika ingin berdiri atau berjalan. Penglihatannya juga menurun, meski telinganya kini kembali tajam setelah mendapat alat bantu dengar.

Aktivitas Mbah Gotho bermula pada pukul 07.00 pagi saat Suryanto dan istrinya, Suwarni, memandikannya. Usai mandi, Mbah Gotho merokok di depan rumah dan ngobrol dengan tetangga yang sering berkunjung.

Kedatangan para tetangga menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh Mbah Gotho karena bisa menemaninya menunggu kedatangan Suryanto dan Suwarni yang sedang berjualan di pasar, serta kedua cicitnya, Anisa dan Erika, yang berada di sana. sekolah.

Hampir tidak ada keluhan berarti mengenai kondisi kesehatannya. Namun Mbah Gotho sempat dilarikan ke rumah sakit pada 12 April karena mengeluh kurang enak badan. Dia dirawat di rumah sakit karena kurangnya asupan makanan. Pihak rumah sakit melakukan transfusi darah dan memberikan susu tambahan agar kondisinya pulih.

Ratusan orang dibebaskan

Ratusan pelayat mengantar peti jenazah hingga dimakamkan di Makam Tom, Desa Plumbon, Kecamatan Sambungmacan, sekitar 400 meter dari rumah duka. Ketua DPRD Sragen Bambang Samekto dan Wakil Bupati Dedy Endryatno serta sejumlah anggota Muspika menghadiri upacara pemakaman. Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati yang tak bisa hadir tak lupa mengirimkan karangan bunga.

Sebelumnya, pelayat juga datang untuk menyampaikan belasungkawa. Jenazah Mbah Gotho dibalut kemeja putih dan jaket hitam serta dibaringkan di peti mati berwarna putih.

Nisan berbentuk salib disiapkan di sisi peti mati. Ceramah pendeta mengiringi upacara pemakaman Mbah Gotho.

Jenazahnya dimakamkan di samping Sukirah, putri dan istri keempatnya yang meninggal lebih dulu. Penggalian dan penguburan jenazah dilakukan oleh seluruh cucunya sendiri. Selamat tinggal Mbah Gotho!- Rappler.com

Keluaran Sidney