Rencana penambahan kewenangan BIN bisa menimbulkan komplikasi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan koordinasi antarlembaga
JAKARTA, Indonesia – Rencana pemerintah menambah kewenangan Badan Intelijen Negara (BIN) merupakan bentuk sikap reaktif. Sebab, mereka ingin mengatasi permasalahan nyata yang baru saja berkembang.
“Itu adalah sikap reaktif. “Keputusan yang diambil secara reaktif akan berdampak negatif,” kata anggota Komisi III DPR T Taufiqulhadi kepada Rappler, Senin sore, 18 Januari 2016. Persoalan peningkatan peran lembaga keamanan dalam merespons aksi terorisme harus disikapi secara hati-hati.
“Karena yang sangat dibutuhkan adalah meningkatkan koordinasi,” kata Taufiq. Bukan dengan meningkatkan kewenangan BIN agar bisa menangkap terduga teroris. “Di mana-mana ada kewenangan badan intelijen untuk mengumpulkan informasi. Instansi yang berwenang melakukan penangkapan sudah ada. Kalau terorisme ada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), ujarnya.
Kalau BIN punya kewenangan melakukan penangkapan, pertanyaannya apakah juga akan dipersoalkan, lalu tersangkanya ditahan di mana? Apakah membangun penjara membutuhkan biaya lebih?
“Kalau mau diperkuat, lebih baik BNPT. “Karena mempunyai kewenangan yang jelas untuk menanggulangi terorisme,” ujarnya. Atau bisa juga jika seluruh institusi diperkuat peralatannya. Apakah itu senjata, pendidikan atau fasilitas.
Keberatan serupa juga diungkapkan Sekretaris Jenderal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto. Ia menilai jika kewenangan penangkapan diberikan kepada BIN justru akan menimbulkan ekses. Bisa jadi akan banyak terjadi kesalahan penangkapan terhadap orang-orang yang belum tentu bersalah.
Dalam artian tidak cukup bukti awal, maka dia ditangkap. “Dan akan sulit untuk menemukan transparansi. Sementara polisi yang lebih terbuka masih sering salah menangkap, ujarnya.
Pemerintah diminta lebih bijaksana. Sebab permasalahan terorisme akan selalu ada selama ketidakadilan masih terus terjadi. Baik di tingkat internasional maupun di tingkat lokal. Yakni penindasan terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia dalam kurun waktu yang lama.
“Jadi kalau hujan dan rumah kita bocor siapa yang disalahkan? Apakah lantainya, kain pelnya, atau gentengnya yang bocor?” ujarnya. Sehingga dia sangat tidak setuju dengan rencana tersebut.
Belum Satu Kata pun
Secara internal, pemerintah sendiri belum mengatakan sepatah kata pun mengenai hal ini. Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung menilai penguatan BIN tidak serta merta memberikan izin penangkapan.
Kata dia, pemerintah ingin penanganan terorisme tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Pemerintah akan berkoordinasi dengan pimpinan lembaga tinggi negara untuk membahas revisi UU Terorisme agar dapat dilakukan upaya preventif semaksimal mungkin.
Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, sebelumnya mengatakan pemerintah berharap revisi UU Terorisme bertujuan untuk membuka peluang penangkapan seluruh terduga teroris.
“Dengan cara ini kita bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Luhut. Luhut menyadari kewenangan menangkap terduga teroris tidak serta merta menyelesaikan permasalahan terorisme.
Namun, ia yakin cara ini akan memperkuat kerja intelijen dalam mengumpulkan informasi dan memperkecil ruang gerak kelompok teroris.
— Rappler.com
BACA JUGA