• December 6, 2025

Reuni Jenderal dan Penjaga Khilafah

JAKARTA, Indonesia—Pada Rabu pagi, 1 Juni, purnawirawan Letjen TNI Kiki Syahnakri yang mengenakan kemeja coklat susu dan kacamata abu-abu khasnya datang agak terlambat. Ia menyapa Rappler, tersenyum lalu duduk di kursi putih yang disediakan panitia simposium tandingan yang diadakan di Balai Kartini.

Di bawah gemerlap lampu Raffles Room, berlangsung diskusi mengenai sebuah tema Amankan Pancasila dari ancaman Partai Komunis Indonesia dan ideologi lainnya itu dibuka.

Ada wajah-wajah lama yang pernah menghiasi layar kaca, saat Soeharto masih berkuasa. Seperti Try Sutrisno yang pernah menjabat wakil presiden, Letjen. TNI (Purn) Sintong Panjaitan, hingga Mayjen. TNI (purnawirawan) Kivlan Zein. Rasanya penulis dibawa kembali ke masa SD ketika harus menghafalkan nama-nama tersebut untuk pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Ada pula wajah-wajah baru yang dianggap tenar pasca Soeharto lengser atau reformasi. Seperti Imam Besar Front Pembela Islam FPI Habib Rizieq Shihab, Badan Pakar Depan Dewan Perwakilan Pusat FPI Alfian Tanjung, dan Ustadz M Khotot dari Forum Umat Islam.

Sosok-sosok dari dua korps (atau laskar) yang berbeda hari ini duduk menatap meja bundar yang sama. Mereka berbaur dan berbicara satu sama lain.

Apa yang membuat keduanya akur? Pancasila. Setidaknya hal itu diungkapkan Try Sutrisno dalam pidatonya di Hari Kebangkitan Pancasila yang jatuh pada 1 Juni.

“Acara ini kita adakan pada momen yang sangat simbolis, yaitu tanggal 1 Juni yang merupakan tanggal yang sangat bersejarah 71 tahun yang lalu, ketika Bung Karno yang dua bulan kemudian menjadi Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia untuk pertama kalinya menyampaikan pidatonya yang sangat penting tentang Sudut Pandang “Hidup bangsa, Pancasila,” ujarnya.

Saat ini, kata Try, forum tersebut melalui simposium kembali menegaskan dukungan terhadap Pancasila sebagai dasar negara, namun dengan tegas menolak ideologi lain. Seperti Marxisme, Leninisme dan Komunisme, serta Partai Komunis Indonesia.

Mengapa hal ini perlu ditekankan? Sebab menurut Try, PKI meski dilarang, ternyata menyelenggarakan kongres rahasia di berbagai tempat. Namun dia tidak menyebutkan nama Kongres yang dimaksud.

Ucapan Try disambut baik oleh Habib Rizieq. Saat menjadi pembicara pada sesi I dengan tema Ideologi Partai Komunis Indonesia. Habib menjelaskan alasan FPI mendukung Pancasila.

“Banyak yang bertanya, harus ada pembedaan, FPI menyebut Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai dasar negara. Islam adalah agama yang bersumber dari ketuhanan yang tidak dapat ditawar, harga mati. Dan Pancasila sebagai dasar negara. “Pancasila adalah ideologi kemanusiaan yang berasal dari pemikiran manusia,” ujarnya.

“Bahwa Islam sebagai akidah menolak segala ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sekarang masih harus dilihat apakah Pancasila bertentangan dengan ajaran Islam.”

“Jika Pancasila bertentangan dengan ajaran Islam, maka wajib bagi kita umat Islam untuk menentangnya. “Selama tidak bertentangan dengan Islam, warga negara Indonesia mempunyai kewajiban kepada kami untuk tidak menolak.”

Pernyataan Rizieq sependapat dengan Kholil Ridwan dari Majelis Ulama Indonesia. Ia mengatakan Islam dan Pancasila tidak bisa dikonfrontasi. “Islam itu Pancasila universal, Pancasila adalah Islam lokal,” ujarnya.

Usai memaparkan posisi FPI secara detail, Habib pun memberikan rekomendasi pasukannya untuk Simposium. Ada lima poin antara lain:

  1. Kembali ke Pancasila dan UUD45 asli yang diilhami Piagam Jakarta sebagaimana diamanatkan Keputusan Presiden 5 Juli 1959.
  2. Menolak segala tindakan dan konsep ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai jiwa Pancasila
  3. Menegakkan dan melaksanakan TAP MPR nomor 25 tahun 1966, UU nomor 27 tahun 1999 TAP MPR nomor 1 tahun 2003 dan KUHP pasal 107 ae.
  4. Tolak formalisasi rekonsiliasi dengan PKI karena akan membuka luka sejarah lama dan bisa membuka pintu pencemaran nama baik yang berbahaya.
  5. Menyerukan jihad konstitusional nasional melawan segala gerakan komunis dan neolib untuk menyelamatkan keutuhan NKRI.

Upaya berbicara mendukung Pancasila saja tidak cukup, panitia kemudian mendatangkan Sri Edi Swasono. Ia merupakan guru besar ilmu ekonomi Universitas Indonesia yang juga merupakan menantu pertama Bung Hatta.

Edi mengusung konsep Pancasila di tangannya. Ekstrak kertas dari sebuah buku. Sebelum ‘pertunjukan’ dia menunjukkan halaman itu kepada Rappler.

Tak hanya drafnya, Edi juga bersaksi tentang orang tuanya yang menjadi korban kekejaman PKI. Diakuinya, orang tuanya merasa diikuti. Akibatnya, ia memutuskan untuk bergabung dengan gerakan antikomunis. Di penghujung sesi, ia meneriakkan takbir dengan tangan terkepal “Allahu Akbar” dan disambut Habib Rizieq serta simpatisan FPI lainnya.

Sesi I kemudian diakhiri dengan sambutan dari Abraham “Lulung” Lunggana yang mengenakan baju tentara loreng. Dia memperkenalkan dirinya sebagai anggota generasi muda. Sayangnya pidato Lulung tidak membahas tentang falsafah Pancasila, melainkan berkali-kali menyebut nama Soeharto. Ibaratnya, “Mundurnya Soeharto adalah kekalahan bangsa ini!”

Usai Sesi I, Rappler menanyakan kepada Try Sutrisno alasan purnawirawan TNI memeluk FPI. Dia menjawab dengan sengit.

“Jangan dipeluk. Yang datang ke sini adalah bangsa Indonesia, seluruh rombongan Indonesia. Terima kasih telah meningkatkan kesadaran menyambut simposium ini. Karena mempunyai nilai-nilai penting, semua orang sadar akan datang sendiri, karena tanggung jawabnya untuk setia kepada bangsa Indonesia, ujarnya.

Bagaimana dengan rekam jejak FPI yang kerap bentrok dengan Panacasila? “Mudah-mudahan tidak. “Dengan berada di sini, Anda mengetahui keadaan karena dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pancasila.”

Marxisme di mata seorang pensiunan jenderal

Kegaduhan pembahasan Pancasila mereda, forum beralih ke pembahasan Marxisme, Leninisme, dan Komunisme termasuk ideologi lain yang dianggap ancaman bagi Pancasila.

Jenderal Kiki kemudian menggelar jumpa pers bersama Habib Rizieq FPI, Khootot FUI, Kholil Ridwan MUI, dan berbagai tokoh yang hadir.

Mereka membahas Marxisme dan keturunan PKI. Soal Marxisme sebelumnya sempat disinggung Try Sutrisno pada pidatonya sebelumnya.

“Marxisme-Leninisme/Komunisme yang dilakukan PKI pada intinya adalah doktrin konflik kelas dan negara diktator proletar, yang jika suatu saat terbentuk akan menindas dan memusnahkan kelompok lain tanpa ampun,” ujarnya.

Plot kediktatoran juga disebutkan oleh Saidiman, seorang purnawirawan jenderal. Dia berkata: “Komunis adalah kediktatoran proletar, tidak ada demokrasi, yang ada adalah demokrasi rakyat, tetapi sebenarnya ini adalah kediktatoran proletar,” katanya.

Penjelasan Coba Sutrisno dan Saidiman lantas menggugah rasa penasaran seorang jurnalis. Saat jumpa pers digelar, wartawan menanyakan ide koreksi sejarah pada buku kurikulum di sekolah.

Namun gagasan tersebut ditolak karena dikhawatirkan dapat menyebarkan ideologi Marxisme dan Leninisme lebih luas.

Kemudian wartawan tersebut menanyakan perbedaan Marxisme, Komunisme, dan Leninisme yang meresahkan rombongan sang jenderal. Mengapa ketiga ajaran ini berhubungan dengan Atesime.

Jawab Jenderal Kiki. “Jika Anda benar-benar membaca Marxis, jelas dia adalah seorang ateis. Sekarang kaum Marxis dari mana dia mendapatkan Materialisme Dialektis? Itu dari Aristoteles, Marxis adalah Aristoteles.”

“Dia tidak percaya bahwa tidak ada yang menciptakan alam semesta. “Pikiran Plato memikirkan alam semesta, dia tidak percaya bahwa alam semesta itu diciptakan, tetapi diciptakan dengan sendirinya, barulah dialektika memunculkan gagasan materialisme dialektis.”

“Jadi jelas bahwa ateis tidak percaya akan keberadaan Tuhan, apalagi yang dikembangkan oleh Lenin. Marx terlalu halus. Untuk menerapkannya, Anda harus merebut kekuasaan, Anda harus melakukan revolusi.”

Penjelasan kedua jenderal ini menjadi acuan para pemimpin pasukan pengawal khilafah. Mereka percaya bahwa Marxisme melanggengkan kolonialisme dan melemahkan rasa nasionalisme warga negara.

Oleh karena itu, mereka ingin memastikan agar ajaran tersebut tidak tersebar luas. Mereka tidak hanya menyasar masyarakat biasa, tapi juga anak cucu PKI.

“Kami menyerukan kepada anak cucu PKI untuk bertobat sesuai dengan Musyawarah Nasional MUI tahun 1957 di Palembang. Kami tidak memusuhi anak cucu PKI. “Tapi jangan sebarkan ideologi PKI,” kata Khotot dari FUI.

“PKI meneladani Nabi Muhammad”

Pembicaraan tentang Islam, Marxisme dan PKI kabarnya terus berlanjut. Pada sesi II, Profesor Achmad Mansur Suryanegara menyampaikan pandangannya tentang PKI dari aspek sejarah.

Menurutnya, presiden pertama Sukarno tidak pernah komunis seperti yang diklaim kelompok kiri. Katanya, Bung Karno ibarat seorang pawang yang menjinakkan binatang buas termasuk DN Aidit dan PKI.

Rappler pun berbincang dengan Mansur usai sesi mendalami sejarah PKI menurut guru besar sejarah Universitas Padjadjaran Bandung ini.

Dalam diskusi kami, Rappler menyinggung sebuah video dokumenter yang menyatakan bahwa Sukarno meyakini Pancasila tidak anti komunis.

“Dalam tulisannya tidak anti komunis, tidak ada kata-kata anti komunis. Tapi Pancasila adalah gambaran bangsa Indonesia yang beriman kepada Tuhan, ujarnya.

Selain soal Pancasila dan Sukarno, Mansur juga mengulas sejarah land reform PKI yang dinilainya terinspirasi dari gerakan land reform Nabi Muhammad SAW.

Pergerakan reformasi tanah Muhammad, kata Mansur, yang dengan sukarela meminta tanah kepada kaum muhajirin, ditiru oleh Napoleon yang kemudian ditiru oleh Lenin dan Mao Tse Tung. “Kemudian PKI menyusul,” ujarnya.

Rappler juga bertanya: “Artinya PKI tidak anti Islam karena dianggap meniru, lalu kenapa ditolak oleh kelompok konservatif?”

“Jelas kontradiktif, praktik komunis membunuh ulama, membaca ayat di buku dan menyembelihnya,” ujarnya.

Panggilan untuk menyiagakan pasukan Pancasila

FOTO MUSO.  Foto Muso ini ditampilkan dalam pameran di counter simposium, Selasa 1 Juni 2016.  Foto oleh Febriana Firdaus/Rappler

Lalu apa yang menarik dari reuni ini? Jenderal Kiki mengatakan akan ada vigil di Monumen Nasional pada Jumat, 3 Juni mendatang. “Saya akan memimpinnya sendiri,” katanya.

FPI, FUI dan organisasi pendukung simposium lainnya akan berkumpul di Lapangan Monas. Mendengar rencana tersebut, seorang jurnalis melontarkan pernyataan lain. “Apakah Anda punya izin, Tuan?”

“Tidak perlu izin, cukup pemberitahuan saja,” ujarnya.

Dalam aksi tersebut, akan ada barisan purnawirawan TNI yang berbaur dengan organisasi Islam lainnya seperti FUI dan FPI.

Kiki membenarkan seruan teguran itu ditujukan untuk aksi damai. Namun di saat yang sama, dia tidak menjamin tidak akan terjadi kerusuhan.

Sementara itu, kepada FPI, Rizieq mengatakan pasukannya siap bergabung dalam barisan korps loreng. Alasannya, Rizieq ingin memastikan Presiden Joko “Jokowi” Widodo tidak meminta maaf kepada PKI atas tragedi pembantaian tahun 1965.

Rizieq mengatakan, dirinya dan FPI siap berjihad jika Jokowi memutuskan meminta maaf kepada keluarga korban pembantaian tersebut. “Kami akan memakzulkan presiden mana pun yang meminta maaf kepada PKI. Bir Cabang!” —Rappler.com

BACA JUGA

Baca laporan lengkap Rappler pada Simposium Nasional 1965:

Pengeluaran Sydney