Risma dan Yoyok menyayangkan terbitnya Perda yang melarang pembangunan tempat ibadah di Tolikara
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Yoyok menilai aturan ini ‘tidak penting’, sedangkan Risma pastikan tidak akan diterapkan di Surabaya.
JAKARTA, Indonesia—Dua peraih Penghargaan Bung Hatta Antikorupsi Tahun 2015, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo menyayangkan terbitnya peraturan daerah yang melarang pembangunan tempat ibadah di Tolikara, Papua.
“Naik naik naik,” kata Yoyok, Kamis malam, 6 November.
Sementara itu, Risma menjelaskan, di Surabaya aturan tersebut tidak mungkin diterapkan.
“Di Surabaya kita punya Forum Kerukunan Umat Beragama. Jadi di situlah tempat itu dipesan untuk tempat ibadah mana pun. “Ada masjid dan gereja,” ujarnya saat ditemui di kesempatan yang sama.
Aturan mengenai tata cara beribadah di Kabupaten Tolikara telah disetujui DPRD dan Bupati setempat, Soedarmo, Direktur Jenderal Politik dan Administrasi Umum, di Jakarta, Rabu.
“Peraturan ini sudah disetujui bupati dan DPRD di sana, namun belum diserahkan ke provinsi (Papua). “Peraturan ini mungkin dari tahun 2013, jadi akan dikaji lagi keberadaannya,” kata Soedarmo.
Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri masih mendalami keberadaan peraturan tersebut, baik di tingkat peraturan bupati maupun peraturan kepala daerah.
“Perda tersebut harus ditinjau ulang agar tidak mendiskreditkan dan melanggar HAM. “Kalau tidak sah, jangan jadikan acuan,” ujarnya.
Seharusnya Perda itu mengatur pelarangan beribadah, bukan tempat ibadah
Soedarmo menjelaskan, saat berkunjung ke Tolikara bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, surat edaran larangan beribadah sebenarnya dibuat oleh pengurus GIdI (Gereja Alkitab Indonesia) di kawasan Tolikara.
Dia menjelaskan, pengurus GIdI Tolikara mengeluarkan surat tersebut berdasarkan peraturan bupati yang melarang kegiatan peribadatan dan membangun tempat ibadah selain aliran GIdI.
“Secara garis besar aturan tersebut menyangkut larangan bagi agama lain untuk mendirikan rumah ibadah, bagi semua agama kecuali GIdI. Jadi umat Islam, Katolik, dan Kristen non GIdI juga tidak diperbolehkan,” ujarnya.
Tjahjo juga memerintahkan Pemda Kabupaten Tolikara mengusut adanya peraturan daerah yang melarang pembangunan tempat ibadah baru di wilayah tersebut.
Saya minta bupati dan DPRD membuka kembali arsip lama, bupati dan DPRD saat ini belum tahu kalau memang ada perdanya, kata Tjahjo.
Apabila ditemukan ada peraturan daerah yang melanggar hak asasi manusia, Kementerian Dalam Negeri dapat mengklarifikasi dan membatalkan peraturan daerah tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan di atas.
“Tugas pemerintah memberikan kebebasan kepada warganya untuk beragama dan beribadah sesuai keyakinannya masing-masing,” ujarnya. — Laporan Antara/Rappler.com
BACA JUGA