Sambil berurai air mata, saksi kasus e-KTP ini mengaku mendapat tekanan saat diperiksa penyidik KPK
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Anggota Komisi V Miryam S. Haryani menitikkan air mata saat menjadi saksi dalam sidang mega korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik yang digelar pada Kamis, 23 Maret di Pengadilan Tipikor. Miryam berperan penting karena diduga menyalurkan uang dana proyek pengadaan KTP Elektronik kepada anggota DPR.
Hal itu terjadi saat politikus Partai Hanura itu masih menjadi anggota Badan Anggaran Komisi 2 DPR RI. Kehadiran Miryam sebenarnya sudah diduga saat Teguh Juwarno dan Taufik Effendi bersaksi pagi tadi. Namun, dia baru tiba di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada pukul 10.00 WIB saat persidangan dimulai. Akibatnya, dia tidak diperbolehkan mengikuti sidang awal.
Sejak duduk di kursi saksi, Miryam mencuri perhatian publik. Pasalnya, ia membantah seluruh isi Berita Acara Perkara (BAP) yang ditandatangani setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak empat kali, yakni pada 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016, dan 24 Januari. 2017 .
“Saya dipaksa oleh penyidik KPK, Pak. Diancam oleh tiga penyidik. “Memang tidak ada ancaman fisik dan hanya kata-kata saja,” kata Miryam sambil menangis sejadi-jadinya di hadapan Ketua Hakim John Halasan Butar-Butar, Kamis sore, 23 Maret.
Perempuan 43 tahun itu bercerita, salah satu penyidik yang mengancamnya bernama Novel. Saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penyidik yang bersangkutan mengatakan kepada Miryam bahwa seharusnya dia ditangkap pada tahun 2010.
Saat ditanya alasan harus ditangkap tujuh tahun lalu, Miryam mengaku tak tahu alasan penyidik mengatakan demikian.
“Saya sangat tertekan, Pak. Akhirnya setelah diperiksa, saya menangis di kamar mandi dan muntah-muntah, ujarnya.
Miryam juga mengatakan, seluruh informasi yang diberikannya kepada KPK hanya untuk memuaskan penyidik. Padahal informasi yang diberikannya rinci dan terstruktur. Informasi yang disampaikan Miryam antara lain suap yang diterimanya dari terdakwa I Irman senilai US$100 ribu atau setara Rp 1,3 miliar masing-masing. biaya Anggota DPR mendapat Rp 30 juta untuk menghadiri rapat.
“Jika Anda benar-benar depresi, dari mana angka-angka ini berasal? “Mama jangan bohong,” ucap salah satu hakim yang mulai kesal saat mendengar Miryam semakin menangis dan mengingkari seluruh isi BAP.
“Saya tidak berbohong, Tuan. “Saya mencabut semua pernyataannya,” jawab Miryam atas tudingan tersebut.
Ia kemudian diminta Majelis Hakim menjelaskan bentuk intimidasi yang diterimanya saat diperiksa. Miryam mengatakan, setiap kali diinterogasi, ia kerap diinterogasi dengan ancaman. Usai memberikan jawaban, penyidik akan meninggalkannya berjam-jam.
“Saya stres setiap kali diperiksa, Pak Ketua. “Karena saya merasa tertekan,” kata Miryam sambil menangis terus.
Namun, lima majelis hakim yang memimpin persidangan tak percaya begitu saja dengan putusan Miriam. Selain karena informasi yang disajikan dalam BAP tampak runtut, Miryam juga diberikan kesempatan untuk mengkaji informasi dalam BAP. Ditambah lagi, sebelum menandatangani, Miryam sempat membaca BAP KPK halaman demi halaman.
“Kalau merasa tertekan lalu kenapa menandatangani BAP? Mengapa tidak mengatakan dari awal bahwa konten tersebut tidak benar?” kata seorang hakim.
Miryam mengaku merasa lelah setelah diinterogasi berjam-jam oleh lembaga antirasuah. Nah, agar urusan tersebut cepat selesai, ia pun segera membubuhkan tanda tangannya sebagai bentuk persetujuan terhadap isi yang tertera di dalamnya.
Kelima hakim yang memimpin persidangan mengaku bingung dan tampak frustasi. Karena hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, salah satu hakim mempertanyakan kredibilitas Miryam sebagai anggota DPR.
“Mengapa wanita ini dipilih sebagai anggota dewan yang terhormat? Ibu mempunyai pendidikan yang tinggi, kenapa ibu tidak memahami hal seperti itu?” tanya seorang hakim.
Tak dapat memperoleh informasi apa pun, Majelis Hakim akhirnya memperbolehkan Miryam pulang lebih awal. Namun, untuk membuktikan pernyataan dalam sidang hari ini, majelis hakim meminta agar dilakukan pemeriksaan silang antara Miryam dan penyidik KPK. Rencananya hal itu akan dilakukan dalam sidang lanjutan yang digelar pada Senin, 27 Maret.
KPK membantah melakukan tekanan terhadap saksi
Sementara itu, Komisioner KPK Basaria Panjaitan mengatakan lembaga antirasuah tidak pernah melakukan tekanan saat memeriksa saksi. Hal itu akan dibuktikan pada persidangan akhir pekan depan. Rencananya KPK juga akan menyerahkan rekaman video penyidik yang memeriksa Miryam sebanyak empat kali.
“Jadi, semua bisa dilihat dari hasil ujiannya karena semuanya tercatat. Permasalahan yang relevan adalah pencabutan informasi tersebut merupakan hak yang bersangkutan. “Kami tidak berwenang menekan beliau agar tetap memenuhi pemeriksaan semula,” kata Basaria di Gedung KPK, Jumat sore, 24 Maret.
Sementara itu, Wakil Komisioner KPK Alexander Marwata mengatakan, meski Miryam mencabut keterangannya, pihaknya tidak akan mengandalkan satu saksi saja untuk mengusutnya.
“Nanti akan dibuktikan dalam proses persidangan dan pembuktian. Selain itu, kami tidak hanya mengandalkan keterangan satu saksi saja. Masih banyak saksi lain yang akan dihadirkan jaksa. “Jika saksinya hanya satu, maka jaksa tidak akan berani mengajukan tuntutan atau mengikutsertakan para pihak jika alat buktinya hanya satu saksi,” kata Alexander. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com