Sebanyak 14 petani tertembak di Dongi-Dongi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Intimidasi terhadap gerakan petani di Desa Dongi-Dongi telah terjadi sejak tahun 2014
JAKARTA, Indonesia—Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melaporkan 14 orang mengalami luka tembak usai menggelar aksi unjuk rasa memperingati Hari Tak Bertanah di Dongi-Dongi, Sulawesi Tengah, pada 28 Maret lalu.
Aksi ini dilakukan secara massal yang terdiri dari petani, buruh, dan penambang dalam pengelolaan Sumber Daya Agraria.
Selain itu, sebanyak 94 orang ditangkap dan ditahan sewenang-wenang oleh polisi.
Berdasarkan informasi yang diterima KontraS, saat massa aksi tiba di Ranoromba, para pengunjuk rasa diamankan aparat. Polisi kemudian menggeledah para pengunjuk rasa. Terjadi perundingan antara massa aksi dan polisi, kata Koordinator KontraS Haris Azhar dalam rilisnya, Kamis, 31 Maret.
Saat perundingan berlangsung, pengunjuk rasa di barisan belakang terus melakukan tekanan hingga polisi menembakkan gas air mata.
Gara-gara gas air mata, massa menjadi kacau dan dipukul mundur. Beberapa orang tertembak.
Sejumlah aktivis petani diculik
Menurut KontraS, intimidasi terhadap gerakan bertani di Desa Dongi-Dongi sudah terjadi sejak tahun 2014. Sebanyak 13 petani asal Desa Dongi-dongi dan Kamamora, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah diculik saat sedang menggarap lahan di 28 Januari 2014.
Peristiwa tersebut terjadi bersamaan dengan pembukaan Kongres Forum Petani Bebas (FPM) Dongi-dongi, yang merupakan organisasi yang menaungi 13 petani tersebut.
Akibat kejadian tersebut, KontraS meminta berbagai pihak untuk:
Pertamameminta Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah memastikan aparat keamanan (polisi dan tentara) menghentikan tindakan kekerasan terhadap masyarakat, menaati hukum dan menahan diri.
KeduaPolisi dalam hal ini Polda Sulawesi Tengah menindak seluruh jajaran kepolisian dalam kejadian di atas.
Ketiga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia langsung melakukan penyelidikan atas peristiwa kekerasan tersebut. Perwiranya dianggap pasal 25, 29, 33 dan 34 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia beserta fungsi dan tugasnya.
Komnas HAM juga harus memberikan rekomendasi untuk mendorong Pemerintah Daerah dan Polres Sigi menciptakan situasi yang kondusif dengan berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat.
KeempatLembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera memberikan perlindungan efektif kepada seluruh korban dan warga yang masih takut akan teror dan intimidasi yang timbul dari kejadian tersebut.—Rappler.com
BACA JUGA