• November 24, 2024

Sejarah Ibadah Haji di Indonesia

JAKARTA, Indonesia — Idul Adha 1438 Hijriyah akan jatuh pada hari Jumat, 1 September. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia tentunya juga merayakan hari raya yang biasa juga disebut Idul Fitri ini.

Perjalanan Indonesia masih panjang untuk mencapai fase “damai” dalam ibadah haji dan merayakan hari raya.

Islam masuk ke Indonesia lebih dari 10 abad yang lalu. Islam konon masuk ke masyarakat Indonesia melalui perdagangan.

Menurut data Kementerian Agama RI, jamaah haji Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci sudah ada sejak akhir abad ke-19.

Meski sarana transportasi masih minim dan kurang nyaman dibandingkan saat ini, para peziarah tetap melanjutkan perjalanannya saat itu.

Kebanyakan dari mereka menggunakan kapal dagang yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sampai di Mekah.

Saat Indonesia masih berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda, terdapat pembatasan umat Islam Indonesia untuk menunaikan ibadah haji, yaitu pada tahun 1825, 1827, 1831, dan 1859.

Pembatasan ini muncul karena banyaknya kasus perlawanan terhadap pemerintah yang datang dari kelompok haji.

Pada tahun 1869, Terusan Suez yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah dibuka. Hal ini mempersingkat waktu tempuh jemaah haji Indonesia yang berangkat ke Mekkah dengan kapal laut.

Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, merupakan salah satu tokoh nasional yang berangkat haji sebelum semua fasilitas memadai. Ia berangkat haji ketika usianya baru 15 tahun, atau tepatnya pada tahun 1883, dan tinggal di Mekah selama 5 tahun.

Muhammadiyah kemudian mendirikan Departemen Bantuan Haji pada tahun 1912.

Pemerintah kolonial Belanda juga menunda keberangkatan jamaah haji Indonesia pada tahun 1915, akibat pecahnya Perang Dunia Pertama. Saat itu, biaya hidup dan transportasi menjadi mahal, dan tidak ada angkutan milik Belanda yang beroperasi.

Ibadah haji bagi jamaah haji Indonesia dihentikan pada tahun 1947 berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh pimpinan Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi), KH Hasyim Asj’ari, menyusul situasi kritis di Indonesia pasca kemerdekaan.

Tempat terang untuk haji indonesia

Setelah mengalami berbagai kendala baik dari dalam maupun luar, jemaah haji Indonesia bisa sedikit bernapas lega, tepat pada tahun 1948.

Pasalnya, Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi dalam pemberangkatan haji. KH Mohammad Adnan berangkat ke Mekkah sebagai delegasi Indonesia dan bertemu langsung dengan Raja Arab Saudi saat itu, Ibnu Saud.

Sejak saat itu, pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh penyelenggaraan ibadah haji Indonesia, karena banyak pihak swasta yang gagal memberangkatkan jamaah haji Indonesia.

Pemerintah membentuk PT Pelayaran Muslim sebagai penyelenggara haji pada tahun 1952. Pada tahun yang sama, akses udara dari Indonesia menuju Mekkah resmi dibuka.

Pada tahun 1975, tidak ada lagi jamaah haji Indonesia yang menggunakan kapal untuk berangkat ke Mekkah.

Namun, baru pada tahun 1979 Menteri Perhubungan menghentikan pengangkutan jamaah dengan kapal laut dan menetapkan pesawat terbang sebagai satu-satunya transportasi ke Tanah Suci.

Pemerintah memperbolehkan pihak swasta kembali bekerja untuk penyimpangan haji pada tahun 1982. Dan pada tahun 1999, UU No. 17 Tahun 1999 yang mengatur tentang penyelenggaraan ibadah haji, termasuk perlindungan, pelayanan dan pembinaan jamaah haji.

Pada tahun 1999, kuota pemberangkatan dibagi menjadi dua, yakni haji reguler dan haji khusus.

Sejak saat itu, kuota pemberangkatan jemaah haji Indonesia relatif meningkat meski setiap tahunnya tetap berubah.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 kemudian diperbarui pada tahun 2008, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008.

Haji Indonesia sekarang

Meski mengalami perkembangan yang signifikan, penyelenggaraan haji Indonesia bukannya tanpa kendala.

Pada 18 Agustus 2016, 177 warga negara Indonesia (WNI) ditahan pihak imigrasi Filipina karena berangkat haji dengan paspor Filipina.

Tentu saja hal ini terkait dengan penyimpangan kuota haji Indonesia.

Dalam 5 tahun terakhir, kuota pemberangkatan jemaah haji Indonesia semakin menipis. Apalagi dengan adanya renovasi sarana ibadah di Masjidil Haram sejak tahun 2013 yang diharapkan selesai pada tahun 2017.

Menurut data Kementerian Agama RI, pada tahun 2011, kuota keberangkatan jemaah haji biasa Indonesia yang tersedia sebanyak 199.848 orang, sehingga menyisakan antrian sebanyak 1.521.521 orang yang menunggu ibadah haji.

Dan pada tahun 2015, jumlah kuota haji reguler berkurang menjadi 154.455 orang sehingga menyisakan antrian yang lebih besar yaitu 3.014.835 orang.

Pada tahun 2016, jumlah yang tersedia hanya 168.800, terdiri dari 155.200 kuota reguler dan 13.600 kuota haji khusus. Sedangkan pada tahun 2017, kuota haji jamaah Indonesia dipulihkan oleh Raja Salman bahkan bertambah menjadi 221.000, dimana kuota haji reguler mencapai 204.000 dan kuota haji khusus mencapai 17.000.

Berikut jumlah kuota haji Indonesia dalam 20 tahun terakhir:

Kuota juga akan mempengaruhi daftar tunggu haji menurut provinsi, kabupaten atau kota. Semakin kecil kuota di lokasi tersebut, maka calon jamaah haji yang mendaftar pada tahun tersebut juga harus menunggu lebih lama. Apalagi jika orang yang mendaftar sudah banyak.

(BACA: Pengaruh Kuota pada Daftar Tunggu Haji)

Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, menjadi yang paling lama menunggu. Dengan kuota 201 jemaah dan pendaftar 8.145 jemaah, calon jemaah asal Kabupaten Sidrap yang tertunda harus menunggu maksimal 2.055.

Sebaliknya, meski Kabupaten Maluku Tenggara hanya memiliki kuota 42 orang, namun umat paroki yang terdaftar di sana hanya 423 orang. Jadi, yang masuk daftar tunggu haji di sana hanya perlu menunggu maksimal 2026 atau sepuluh tahun lagi.

Sedangkan daftar tunggu calon jemaah haji Indonesia mencapai total 3 juta orang berdasarkan data Kementerian Agama per Maret 2016.

Jadi, sudahkah Anda mendaftar haji? —Rappler.com

Result SDY