• July 11, 2025

Seminggu setelah TNI dibubarkan, Perpustakaan Jalan Bandung tetap buka

BANDUNG, Indonesia – Puluhan warga Bandung menggelar aksi solidaritas pada Sabtu malam, 27 Agustus terhadap Perpustakaan Jalanan yang dibubarkan aparat TNI sepekan lalu.

Massa yang tergabung dalam Front Anti-Fasis mengecam tindakan represif aparat militer yang bahkan diduga melakukan pemukulan terhadap tiga relawan perpustakaan jalanan.

Dalam aksi Sabtu malam itu, massa hanya berdiam diri dan membaca buku di Taman Cikapayang, Jalan Ir. H. Djuanda Bandung, tempat Perpustakaan Jalanan biasa membuka warung.

Ada karangan bunga bertuliskan “Belasungkawa atas pembubaran komunitas perpustakaan jalanan oleh tentara bersenjata”. Karangan bunga tersebut dikirimkan atas nama warga Bandung.

Selain itu, beberapa spanduk putih yang mengecam tindakan TNI juga dipajang, antara lain tulisan “Tolak Keterlibatan Militer di Ranah Sipil”, “Tolak Represi Militer”, dan “TNI Kembali ke Barak”.

“Kami sangat prihatin dengan pembatasan di ruang publik, apalagi ada indikasi dilakukan oleh pihak berwenang,” kata koordinator lapangan aksi, Eddy Sulaeman, kepada wartawan di lokasi, Sabtu.

Menurutnya, aksi ini diikuti lebih dari 10 komunitas dan organisasi yang peduli terhadap kebebasan berekspresi. Salah satunya adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung.

Ketua AJI Bandung Adi Marsiela mengatakan keterlibatan organisasinya karena ada tindakan keras terhadap keterbukaan informasi dan kebebasan berekspresi.

“Bandung itu Kota Hak Asasi Manusia, itu klaim mereka, tapi buktinya begini,” kata Adi.

AJI Bandung, kata Adi, juga mempermasalahkan kehadiran TNI di ranah sipil. Berdasarkan UU TNI No. 34 Tahun 2004 Pasal 7, TNI tidak mempunyai kewenangan di ruang publik.

“Respon otoritas sipil seharusnya menjadi kewenangan pemerintah,” kata Adi.

Melalui aksi ini, Front Anti-Fasis menyerukan pernyataan sikap, antara lain:

  1. Tolak keterlibatan TNI di wilayah sipil
  2. Menjunjung tinggi pemenuhan hak kebebasan berekspresi dan akses terhadap ruang publik dan pendidikan
  3. Bubarkan komando teritorial
  4. Tentara harus kembali ke barak dan tidak ikut campur dalam ketertiban sipil
  5. Tolak penindasan dan intimidasi yang dilakukan penguasa
  6. Bandung tidak ramah HAM

Perpustakaan Jalanan tetap buka

Meski sempat dibubarkan dan diduga mengalami kekerasan aparat TNI pada Sabtu 20 Agustus pekan lalu, Perpustakaan Jalanan tetap membuka lapak di Taman Cikapayang.

Di trotoar depan taman pusat kota Bandung, puluhan buku bertebaran untuk dibaca di tempat atau disewa gratis oleh siapa saja yang datang ke taman.

Relawan perpustakaan jalanan, Wirdan Ardi mengaku sebenarnya takut untuk melanjutkan kegiatan literasi tersebut. Meski demikian, Wirdan meyakini apa yang dilakukan dirinya dan kawan-kawan tidaklah salah.

“Sejauh yang saya tahu, aktivitas kami tidak ilegal. Ini adalah ruang publik yang dapat digunakan siapa saja. “Ide perpustakaan di jalan ini adalah memindahkan buku dari ruangan ke jalan, karena buku bisa dibaca dimana saja dan kapan saja,” kata Wirdan.

Mahasiswa Informatika ini juga mengatakan akan tetap membuka Perpustakaan Jalanan pada malam hari. Kalaupun disebut melanggar jam malam, Wirdan mengatakan belum ada konfirmasi dari Pemerintah Kota Bandung soal aturan tersebut.

Menjawab pertanyaan Kodam III Siliwangi mengenai jenis buku yang disewa, Wirdan mengaku telah menerima sejumlah sumbangan buku dari banyak pihak sehingga bebas menerima buku apa pun.

“Saya tidak tahu buku mana yang dilarang,” ujarnya.

“Ide perpustakaan di jalan adalah memindahkan buku dari ruangan ke jalan, karena buku bisa dibaca dimana saja dan kapan saja.”

Pada aksi solidaritas mengecam pembubaran Perpustakaan Jalan, Wirdan mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak yang mendukung komunitas baca buku yang didirikan pada tahun 2010 tersebut.

“Mudah-mudahan semangat literasi di Indonesia semakin meluas,” ujarnya.

Warga Bandung, Indra Cahyono mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan represif aparat. Menurut Indra, inisiatif anak muda dalam mengkampanyekan membaca buku ini harus didukung oleh pemerintah.

“Hak warga negara atas kebebasan berekspresi dan kebebasan membaca dimana saja. Inisiatif ini harus didukung oleh pemerintah. “Sejauh ini dukungannya kurang,” kata Indra.

Sebagai bentuk dukungannya, Indra yang datang bersama anak dan istrinya mendonasikan buku tersebut sebanyak 20 eksemplar.

Salah satu pelanggan Perpustakaan Jalanan, Ferry Setiawan, merasakan nikmatnya membaca buku sambil berjalan-jalan di taman. Menurut pemuda 18 tahun itu, pencahayaan di Taman Cikapayang cukup baik untuk membaca buku.

“Jelas dibaca, tidak membuat mata lelah,” kata Ferry yang rutin datang ke Perpustakaan Jalanan.

Berdasarkan pantauan Rappler di Taman Cikapayang, banyak warga Bandung yang datang untuk membaca buku di sekitar kios buku yang didirikan di trotoar.

Penerangan di taman ini dibantu dengan adanya penerangan jalan umum (PJU) yang terletak di sekitar Taman Cikapayang.

Sebelumnya, Kepala Penerangan Kodam 3 Siliwangi, Letjen. Kol. ARM Mokhamad Desi Aryanto mempertanyakan aktivitas membaca buku di taman yang penerangannya minim.

“Mengapa kegiatan membaca kitab-kitab ini dilakukan dengan berkumpul di satu tempat pada malam hari, penerangan pada malam hari tidak sebaik pada siang hari, bukankah sesuatu yang aneh? Desi mengatakan dalam siaran pers yang diterima Rappler beberapa waktu lalu. —Rappler.com