
Senjata dan kekuatan militer tidak bisa memberantas terorisme
keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Di hadapan para pemimpin dunia, Jokowi mengklaim program deradikalisasi yang dilakukan Indonesia berhasil mencegah mantan teroris kembali ke medan perang.
JAKARTA, Indonesia – “Kita tidak boleh menyerah, tidak boleh tinggal diam, kita harus bersatu melawan ancaman terorisme.” Demikian kata-kata yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato pemberantasan terorisme di hadapan 19 kepala negara pada KTT G20 di Hamburg, Jerman, Jumat, 7 Juli.
Jokowi berbicara di forum internasional sejalan dengan pengalaman yang diterapkan Indonesia dalam menanggulangi kejahatan teroris. Berdasarkan pengalaman di Indonesia, diperlukan pendekatan yang seimbang kekuatan lembut Dan kekuatan keras.
Pemerintah menilai cara tersebut merupakan solusi efektif untuk memberantas aksi teroris. Kekuatan lembut Yang dimaksud Jokowi dalam forum tersebut adalah menggunakan program deradikalisasi.
Indonesia juga mengundang berbagai pakar seperti psikolog dan ulama untuk melakukan pendekatan kepada anggota teroris dan mengikis ide-ide radikal di kepala mereka. Pemerintah mengklaim cara tersebut bisa meredam tingkat keinginan mantan teroris untuk mengulangi perbuatannya lagi.
“Sejarah telah mengajarkan kita bahwa senjata dan kekuatan militer tidak dapat memberantas terorisme. Pemikiran yang salah hanya bisa dikoreksi dengan cara berpikir yang benar, kata mantan Gubernur DKI itu.
Bukti keberhasilan Indonesia yang ditunjukkan Jokowi adalah hanya 560 mantan pelaku teroris yang mempunyai keinginan untuk melakukan aksi teroris. Sayangnya, tidak disebutkan dari mana Jokowi mendapatkan data tersebut.
Cara lain yang digunakan pemerintah adalah dengan merekrut pengguna media sosial atau blogger berpengaruh untuk menyebarkan pesan perdamaian.
Namun menurut Jokowi, hal penting lainnya yang harus dilakukan negara-negara anggota G20 adalah mengatasi akar masalah terorisme, yaitu ketimpangan ekonomi.
“Indonesia mendorong negara-negara anggota G20 menjadi motor penggerak dalam mencari solusi permasalahan kesenjangan dan ketidakadilan dengan memperkuat pemberdayaan ekonomi inklusif,” kata Jokowi.
Cara lain yang dianjurkan Jokowi untuk menghentikan aksi terorisme adalah melalui peningkatan pengawasan terhadap aliran uang ke jaringan kelompok radikal dan teroris. Oleh karena itu, Indonesia mengapresiasi dukungan negara-negara anggota G20 terhadap proses keanggotaan pemerintah di Financial Action Task Force (FATF).
Namun, untuk menyukseskan pemberantasan terorisme, diperlukan kerja sama antar negara anggota G20. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama yang erat di bidang pertukaran data intelijen, peningkatan kapasitas, dan penanganan teroris asing.
ISIS telah menyebar
Dalam sambutannya, Jokowi juga mencontohkan terorisme yang terus berkembang. Tidak ada negara yang kebal terhadap ancaman teroris.
Selain di Irak dan Suriah, perang juga terjadi di kota Marawi, Filipina bagian selatan. Hanya membutuhkan waktu empat jam untuk sampai ke sana dari Indonesia.
Kelompok militan Maute berjanji setia dan menyatakan kesetiaannya kepada ISIS. Akibatnya, ratusan ribu warga sekitar terpaksa mengungsi.
“Kasus Marawi merupakan peringatan bagi kita semua bahwa jaringan ISIS kini telah menyebar dan afiliasi dengan teroris lokal terus berlanjut,” katanya.
Untuk mencegah anggota kelompok Maute menyebar ke negara lain di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berinisiatif mengadakan perundingan trilateral dengan Malaysia dan Filipina. Australia baru-baru ini terlibat dengan mengirimkan pesawat pengintai. – Rappler.com