
Seorang siswa SD di Sukabumi meninggal akibat pecahnya pembuluh darah di otak
keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Namun polisi belum menyimpulkan apakah pembuluh darah di otak pecah akibat perkelahian tersebut
BANDUNG, Indonesia – Penyebab meninggalnya SR, siswa kelas 2 SD Longkewang, Kabupaten Sukabumi perlahan terungkap. Berdasarkan hasil otopsi, dokter forensik RS Sekarwangi Cibadak Kabupaten Sukabumi membenarkan SR meninggal dunia akibat pecahnya pembuluh darah di otak.
Penyebabnya adalah adanya benturan di bagian kepala korban saat terjadi dugaan persalinan antara korban dengan teman sekelasnya yang berinisial D pada Selasa, 8 Agustus. Hasil otopsi juga mengungkap fakta lain bahwa SR memiliki kelainan bawaan pada otaknya yang disebut aneurisma atau penyumbatan pada pembuluh darah otak. Kelainan tersebut mengakibatkan kepala SR terbentur hingga mengakibatkan kematian.
“Bila terjadi benturan pada anak maka menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah otak. Akibatnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah, yang pada kasus tertentu menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak dan bisa berujung pada kematian, kata Kapolres Sukabumi AKBP Syahdudi saat dihubungi melalui telepon, Kamis, 10 Agustus. . . .
Polisi, kata Syahdudi, kini tengah mendalami apakah benturan di kepala korban akibat pukulan pelaku atau terjatuh saat perkelahian. Diakuinya, ditemukan luka lebam di kaki kiri korban akibat benturan benda tumpul.
“Kami masih mendalami apakah luka ini akibat pukulan atau korban terjatuh. Bisa jadi ada tabrakan, kami belum bisa memastikannya, ujarnya.
Syahdudi melanjutkan, hasil otopsi menjadi indikasi polisi untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Temuan dan pendapat dokter forensik sebagai saksi ahli akan disesuaikan dengan fakta yang terjadi di tempat kejadian perkara.
Sejauh ini, kata Syahdudi, polisi telah memeriksa beberapa saksi dari pihak sekolah dan orang tua korban. Namun polisi tidak meminta keterangan baik kepada pelaku maupun teman-temannya yang berada di lokasi saat kejadian. Pelaku juga saat ini masih dalam pengawasan orang tuanya.
“Karena ini menyangkut masalah anak-anak. Kita harus memperlakukan anak-anak dengan cara yang istimewa. Begitu pula dalam melakukan pemeriksaan dan pengambilan barang bukti, harus didampingi oleh orang tua, guru, dan dari pihak Lembaga Pemasyarakatan, agar dapat memperhatikan dengan baik prinsip-prinsip dalam proses penyelesaian perkara anak di bawah umur, ujarnya.
Karena tidak meminta keterangan dari saksi dan pelaku, Syahdudi mengaku belum bisa memastikan apakah kasus kekerasan yang dialami SR merupakan perkelahian atau perundungan. Apalagi pelaku berinisial D masih di bawah umur. Namun saat ini kematian SR diduga akibat perkelahian.
“Bahasanya adalah pertarungan antara korban dan temannya. “Sejauh ini belum mengarah ke sana (bullying) karena masih melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut,” ujarnya.
Syahdudi mengatakan, polisi juga sedang melakukan proses musyawarah antara keluarga korban dan pelaku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Dalam perkara yang melibatkan anak di bawah umur, terdapat upaya hukum yang disebut diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
“Karena undang-undang mengatakan demikian, maka ketika dilakukan pengalihan atau pemindahan berkas perkara harus melalui mediasi atau musyawarah, itu arahnya,” ujarnya. – Rappler.com
BACA JUGA: