Sepasang suami istri asal Malang berkeliling dunia dengan sepeda membawa pesan perdamaian
- keren989
- 0
Hakam Mabruri dan Rofingatul Islamiah akan berjalan sejauh 17 ribu kilometer untuk menjadi duta perdamaian
MALANG, Indonesia – Hakam Mabruri dan Rofingatul Islamiah mempunyai visi untuk menyampaikan pesan perdamaian di seluruh dunia. Jadi bagaimana mereka mencapai misi ini?
Pasangan suami istri (keduanya berusia 34 tahun) ini akan bersepeda sejauh 17 ribu kilometer keliling dunia. Mengendarai sepeda tandem, Hakam dan Rofingatul berangkat dari Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu pagi, 17 Desember.
“Jaga kesehatanmu, semoga pesan perdamaian sampai ke seluruh dunia. “Kalian bukan hanya duta Kabupaten Malang saja, tapi duta perdamaian Indonesia,” kata Bupati Malang Rendra Kresna saat melepas Hakam dan Rofingatul.
Berbekal sepeda tandem yang bisa dikayuh bersama, mereka akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan warga masyarakat yang berbeda suku, agama, dan negara. Mereka berharap bisa bertemu dengan komunitas agama untuk menyampaikan pesan perdamaian.
Pertemuan dengan komunitas-komunitas tersebut akan difasilitasi oleh komunitas sepeda tempat mereka singgah dan organisasi Peace Generation yang terdiri dari tokoh-tokoh lintas agama yang tersebar di seluruh dunia. Komunitas-komunitas ini akan menjalin komunikasi dengan kelompok agama lain.
Hakam mengatakan misi perdamaian ini membutuhkan dana sebesar Rp95 juta. Namun menurutnya, sejauh ini baru terkumpul Rp10 juta dari hasil penjualan souvenir “Holy Journey Cycling Trip” dan donasi dari berbagai pihak.
Diakui Hakam, awalnya banyak pihak yang meragukan niat dirinya dan istrinya berkeliling dunia dengan sepeda.
“Saya bertekad, yang penting berangkat dulu,” ucapnya.
Hakam sebelumnya bersepeda melintasi Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam tiga tahun lalu. Tak hanya bersepeda, ia juga mengemban misi menghentikan perdagangan dan perburuan penyu. Saat itu dia melakukannya sendirian.
Keliling dunia dengan sepeda tandem pertama di Indonesia, kata Hakam tentang misinya kali ini bersama istrinya.
Perjalanan mereka akan dimulai dengan menyusuri makam Wali Songo. mereka akan
menunaikan ibadah haji dengan mengusung semangat Wali Songo yang menyebarkan Islam secara damai. Tidak ada kekerasan dan cenderung menjaga keberagaman dalam pembagian wali yang dibarengi dengan penguatan kearifan lokal.
Wali Songo, kata Arkham, menggunakan pendekatan budaya seperti pembuatan sekaten gong dan wayang untuk dakwah Islam. Sehingga agama Islam diterima secara luas di nusantara dan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
“Ada akulturasi budaya. “Masjid di Kudus secara arsitektur mirip dengan candi, tempat suci agama Hindu,” kata Hakam.
Usai menunaikan ibadah haji ke Wali Songo, mereka akan melanjutkan perjalanan keliling Indonesia dan masuk ke Malaysia. Hakam juga berencana masuk ke Myanmar meski sedang dilanda konflik. Seorang aktivis di Myanmar akan menuntunnya untuk menyampaikan pesan untuk menghentikan kekerasan terhadap kelompok etnis Rohingya.
“Kalau aman, kami akan masuk ke Myanmar,” ujarnya.
Makanan yang mereka bawa tidak banyak kecuali dua pasang pakaian, obat-obatan, suku cadang sepeda, makanan dan perlengkapan tenda. Untuk berkomunikasi dengan warga sekitar, mereka akan dibantu tim di masing-masing wilayah.
“Saya bisa bahasa Inggris, suami saya bisa bahasa Arab,” kata Rofingatul.
Mereka mencetak brosur dan tulisan tentang kondisi Indonesia yang beragam suku, agama, dan kepercayaan, namun tetap menjaga perdamaian. Brosur ini akan didistribusikan kepada komunitas lintas agama yang terdapat di setiap negara yang dilalui. Isu keberagaman dan penghormatan terhadap agama minoritas akan menjadi pesan utama.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor Cabang Kabupaten Malang, Hasan Abadi, mendukung ekspedisi yang dilakukan Hakam dan istrinya. Sebagai anggota Banser, Hakam dipercaya sebagai duta perdamaian dunia.
Sekaligus berharap Hakam dan Rofingatul dapat menyampaikan pesan berupa potret masyarakat nusantara yang hidup damai dan saling menghormati meski hidup berbeda suku, agama, dan budaya.
“Kearifan lokal tetap harus dijaga. Toleransi dijaga dan keberagaman tetap terjaga, kata Hasan. —Rappler.com