Setya Novanto menghadirkan delapan saksi sebagai pembela dalam kasus KTP Elektronik
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Dalam pemeriksaan lanjutan, Setya Novanto dicecar 48 pertanyaan oleh pemeriksa KPK
JAKARTA, Indonesia – Setya Novanto terus berupaya membela diri agar bisa lepas dari jeratan hukum dalam kasus KTP Elektronik. Melalui pengacaranya, Otto Hasibuan, ia menghadirkan 8 orang saksi, termasuk saksi ahli yang bisa memudahkan penyidikan.
Usulan pihaknya, kata Otto, sesuai dengan apa yang tertulis dalam pasal 65, yakni tersangka berhak mengajukan saksi atau ahli yang dapat menguatkan apa yang didakwakan.
“Tadi sudah dicatat oleh Fredrich (pengacara) dan kami serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Tentu saja yang memprosesnya adalah KPK. “Kami baru menyerahkan (daftar saksi),” kata Otto saat ditemui media di Gedung KPK, Kamis malam, 23 November.
Ia mendampingi kliennya yang kembali diperiksa penyidik. Ketua DPR itu diperiksa selama enam jam dan melontarkan 48 pertanyaan.
Otto mengatakan kliennya menjawab 48 pertanyaan tersebut meski dalam kondisi tidak sehat. Setya mengaku sakit perut karena belum makan. Namun penyakitnya mereda karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyediakan obat.
Jadi, ada itikad baik dan kerja sama, ujarnya.
Dia mengatakan, Setya belum memastikan aliran dana KTP Elektronik. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada 9 Maret, Setya didakwa menerima dana Rp574 miliar.
“Masih tidak diragukan lagi (aliran dana). Makanya saya bilang, sampai saat ini saya belum bisa memprediksi ke mana arahnya. “Sebagai pengacara, dari pertanyaan kami bisa menebak tindakan tidak meyakinkan apa yang dilakukan dalam dakwaan tersebut,” ujarnya.
Setya dijerat dengan pasal 2 ayat 1 sub pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. dengan pasal 55 ayat 1-1 KUHP.
“Perbuatan yang disangkakan pada pasal 2 adalah melawan hukum. Kedua, pasal 3 adalah penyalahgunaan wewenang. Nah, itu harus dijelaskan dalam tindakan apa. Jadi sampai saat ini saya lihat belum ada, belum ada sampai sejauh itu, ujarnya.
Setya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mendapat manfaat dari proyek KTP Elektronik bersama pihak lain. Ia diduga menyalahgunakan kewenangan atas kesempatan atau fasilitas yang diberikan karena jabatan atau jabatannya sehingga diduga menimbulkan kerugian keuangan negara terhadap perekonomian negara paling sedikit Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun. pengadaan paket permohonan KTP-E Tahun 2011-2012 Kementerian Dalam Negeri. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com
BACA JUGA: