Siapa yang paling bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501?
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Hampir setahun sejak jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hari ini, Selasa, 1 Desember mengumumkan hasil penyelidikannya.
Banyak catatan dan rekomendasi yang muncul dari penyelidikan KNKT sejak pesawat tersebut jatuh di perairan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 28 Desember 2014.
Jatuhnya pesawat yang lepas landas dari Surabaya pukul 05:35 WIB tujuan Singapura itu menewaskan 155 penumpang dan 7 awak pesawat.
Hasil penyelidikan KNKT antara lain material Rudder Travel Limiter Unit (RTLU), sistem kendali pesawat yang mengatur sudut putaran dan kecepatan pesawat, hingga belum adanya aturan yang mewajibkan pilot membuat laporan setelah lepas landas dari pesawat. penerbangan yang dimaksud. agen.
Berikut narasinya Plt Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam jumpa pers di Jakarta hari ini.
RLTU yang diproduksi oleh Airbus seringkali rusak
Pada 06:01 pilot lmengabarkan Unit Pembatasan Perjalanan Mobilitas (RTLU) rusak dan alarm menyala. RTLU merupakan sistem kendali pesawat yang mengatur sudut roll dan kecepatan pesawat.
Setelah dibawa ke pabrik pembuatan pesawat Airbus di Prancis, komponen RTLU tidak tahan terhadap cuaca ekstrem. Hal inilah yang menyebabkan solder pada RTLU retak.
Sobeknya pateri Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya aliran listrik ke RTLU, yakni terputusnya aliran listrik.
Gangguan di RTLU rupanya tidak hanya terjadi satu kali saja. RTLU pada pesawat Airbus sejak tahun 1990 dilaporkan sering mengalami kerusakan. Ada satu kejadian dan Airbus mengeluarkan perintah perbaikan untuk komponen tersebut, kata Nurcahyo.
Kemudian kejadian serupa terulang kembali pada tahun 1993 dan 2000.
Menurut Nurcahyo, pasca AirAsia QZ8501 jatuh, Airbus mengeluarkan perintah perbaikan RTLU. Meski KNKT belum menyelesaikan penyidikannya.
Apa yang menyebabkan RTLU Airbus sering gagal?
“Komponen RTLU itu letaknya di bagian ekor, ekornya kaleng, tidak ada AC. Kalau kalengnya dimasukkan Bu, lalu dijemur di pesawat, gimana caranya?” Nurcahyo usai konferensi pers. kata Rappler.
Selain itu, kata Nurcahyo, suhu di dalam kaleng lebih hangat dibandingkan di luar. “Saat Anda terbang di ketinggian 32.000 kaki, berapa suhunya? Suhunya minus 36-50 derajat Celcius, ujarnya.
Kondisi suhu ekstrim tersebut membuat komponen RTLU tidak dapat berfungsi dengan baik.
Tidak hanya bagi pesawat yang beroperasi di wilayah bersuhu tropis, namun juga bagi seluruh pesawat yang melewati wilayah tersebut. “Tak hanya tropis, kini pesawat Air France juga terbang ke Jakarta. “Ada yang pergi ke Timur Tengah,” katanya.
Artinya kualitasnya harus ditingkatkan, ujarnya. Jika tidak, keselamatan penumpang Airbus di seluruh dunia menjadi taruhannya.
Sistem AirAsia gagal mendeteksi kerusakan berulang
Selain komponen, temuan KNKT lainnya adalah kurangnya perawatan yang dilakukan maskapai AirAsia.
Tim investigasi mencatat catatan perawatan pesawat AirAsia QZ8501 sepanjang tahun 2014 dan menemukan 23 kesalahan terkait RTLU.
“Dalam tiga bulan terakhir interval kerusakan lebih pendek,” ujarnya, yakni satu kerusakan per bulan pada Januari hingga September 2014.
Kemudian pada bulan Oktober terjadi dua kali kecelakaan. “November ada lima kerusakan dan Desember sembilan kerusakan,” ujarnya.
Dari data pemeriksaan juga ditemukan sistem perawatan yang dilakukan operator saat itu kurang maksimal. Pelaporan data Laporan Pasca Penerbangan (PFR) belum sepenuhnya dilaksanakan.
Faktanya, setelah pesawat mendarat, PFR didorong ke dalam kokpit. Sehingga apabila terjadi kerusakan dapat segera dilakukan tindakan perbaikan.
Namun, catatan mengenai PFR belum dianalisis dengan baik, katanya. Selain itu, Kementerian Perhubungan juga belum mengeluarkan aturan mengenai kewajiban melaporkan jika terjadi kerusakan atau gangguan pada pesawatnya.
Dalam kasus AirAsia QZ8501, kerusakan RLTU tidak dicatat dalam PFR. Jadi sistem saat itu belum berhasil mendeteksi kerusakan yang berulang dan muncul dengan interval yang lebih sering, ujarnya.
Komunikasi yang buruk antara pilot dan co-pilot?
Penemuan selanjutnya adalah rekaman percakapan antara pilot dan co-pilot. Saat pesawat memasuki momen kritis dan pesawat terguling, kedua pilot tidak melakukan tindakan pada kemudi selama 9 detik.
Kemudian setelah 9 detik pilot memberikan arah yang salah. “Tarik, tarik!ucap Nurcahyo mengutip ucapan sang pilot.
Ketika menarik berarti menggambar, dan mati itu berarti turun. “Seharusnya baik-baik saja tekan ke bawah,” dia berkata.
Akibatnya, pilot menarik kemudi, sedangkan co-pilot mendorong kemudi. Keduanya berlawanan.
Belum lagi misteri pencabutannya pemutus arus yang letaknya di atas pilot dan di belakang co-pilot. Berdasarkan simulasi yang dilakukan tim investigasi, kedua pilot tidak mungkin bisa melakukan eject pemutus arus.
Kecuali dia tinggi, kata Nurcahyo.
Namun sayangnya tidak ada kamera di dalam kabin. “Jadi kami tidak tahu apa pemutus arussudah dicabut,” ujarnya.
Apakah kedua pilot panik? Tim tidak dapat memastikannya.
Namun kemungkinan lainnya adalah kedua pilot tidak bisa mengendalikan kemudi, yakni kebingungan ketika terjadi kerusakan pada komponen pesawat, sehingga pesawat berada pada posisinya. gundah, yakni menyelam dengan kecepatan 20.000 kaki per menit dan berguling dengan sikap 104 derajat dan kecepatan 57 knot di ketinggian 38 ribu kaki.
Kebingungan ini tidak mengherankan, kata Nurcahyo, karena Airbus rupanya dalam bukunya mengatakan bahwa pesawat tersebut tidak mungkin dalam kondisi baik. kacau. Oleh karena itu, pelatihan tidak disarankan, katanya.
Dari sekian daftar hitam tersebut, siapa yang paling bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat tersebut? “Semua berkontribusi, jadi kami semua memberikan rekomendasi,” ujarnya.
Untuk Airbus, tim KNKT merekomendasikan perbaikan RTLU dan rekomendasi pelatihan pilot untuk kondisi buruk.
Di AirAsia, tim meminta perbaikan sistem dan pelatihan. “Mereka membentuk satuan khusus dan melatih pilot setelah kejadian tersebut, sehingga tidak perlu direkomendasikan lagi,” ujarnya.
Dan bagi Kementerian Perhubungan, harus ada peraturan yang mewajibkan pilot melaporkan kondisi pesawat. —Rappler.com
BACA JUGA: