• October 15, 2024
Sidang pembunuhan Salim Kancil menghadirkan 8 orang saksi

Sidang pembunuhan Salim Kancil menghadirkan 8 orang saksi

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Ketika mereka bersatu, mereka tidak mengatakan bahwa mereka diperintah oleh Kepala Desa Hariyono, tetapi semua orang tahu bahwa mereka adalah anak buah Hariyono.

SURABAYA, Indonesia – Sesi Pembunuhan Salim Kancil, aktivis lingkungan hidup asal Lumajang, Jawa Timur, kembali digelar pada Kamis, 25 Februari di Pengadilan Negeri Surabaya.

Pada sidang kedua ini, Jaksa Penuntut Umum Dodi Ghazali menghadirkan delapan saksi untuk dua kasus berbeda, yakni pembunuhan berencana dan penambangan liar.

Salah satu saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam kasus pembunuhan berencana tersebut adalah Tosan, Rekan Salim Kancil yang juga dituntut dalam tragedi 26 September 2015.

Dalam kesaksiannya, kata Tosan Beberapa upaya yang dilakukan kelompok antitambang pasir untuk menutup tambang ilegal tersebut, antara lain melaporkan kepada Bupati Lumajang, Polres Lumajang, Ketua DPRD Lumajang, dan Bupati Pasirian, Lumajang.

Pada pertemuan di Balai Desa Selok Awar-awar pada tanggal 8 September 2015 menghadiri pertemuan dengan Camat Pasirian yang juga dihadiri oleh Kepala Desa Selok Awar-Awar. “Dalam pertemuan itu tidak ada kesepakatan apa pun,” kata Tosan kepada majelis hakim.

Kemudian pada 9 September 2015, enam aktivis penentang tambang mencegat truk pengangkut pasir. Akibat perbuatannya, Camat Pasirian didampingi warga lainnya memberikan surat pernyataan kepada Tosan dari Kepala Desa Selok Awar-awar. Dalam surat tersebut, Kepala Desa Selok Awar-awar Hariyono menyatakan akan menghentikan aktivitas penambangan pasir ilegal.

“Tapi alhasil tanggal 10 September anak buah Hariyono mengeroyok saya,” kata Tosan.

Saat terjadinya pengeroyokan 10 September, Tosan mengatakan para penyerang tidak pernah menyatakan berada di bawah komando Hariyono.

“Saat bersekongkol, mereka tidak menyebutkan bahwa mereka diperintahkan oleh Kepala Desa, Hariyono. Tapi semua orang tahu kalau mereka anak buah Hariyono, kata Tosan.

Jaksa penuntut umum juga menghadirkan istri Salim Kancil, Tijah binti Salam. Dalam kesaksiannya, Tijah mengatakan, saat kejadian dirinya sedang mencari pakan ternak kambing.

“Saya datang, suami saya sudah di dalam kubur. Ada banyak polisi. Saya tidak bisa mendekat,” kata Tijah.

Terkait berkas penambangan liar, jaksa menghadirkan empat orang saksi, yakni Paimin yang saat kejadian menjabat sebagai Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Lumajang. Lalu ada pula Sudomo yang berperan sebagai operator alat berat, Rulianto sopir truk pembeli pasir ilegal, dan Hasan Basri penyidik ​​Reserse Kriminal Khusus Polres Lumajang.

Saat pemeriksaan saksi, salah satu hakim sangat marah dengan tindakan Polres Lumajang. Penyidik ​​Polres Lumajang mengaku baru mengetahui pada 22 September 2015 ada tambang pasir ilegal.

“Di mana kamu polisi? Kenapa harus ada korban jiwa, polisi baru tahu ada tambang pasir ilegal? “Kejadian ini sebenarnya bisa dicegah jika polisi tahu sejak awal,” kata Efran Basuning, salah satu hakim anggota. – Rappler.com

BACA JUGA:

Sdy siang ini