Situasi politik di Papua sedang memanas, dua kelompok menggelar demonstrasi
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Warga yang mendukung referendum dan yang menentang referendum menggelar aksi protes di Papua
JAYAPURA, Indonesia – Suhu politik di Papua terus memanas. Dua kelompok masyarakat Papua yang berbeda aspirasi melancarkan aksi protes pada Senin 2 Mei.
Ratusan anggota dan simpatisan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menggelar aksi unjuk rasa menuntut referendum Papua di Abepura, sementara ratusan warga pendukung integrasi melakukan aksi protes di Sentani.
Tidak terjadi bentrokan antara kedua kelompok.
Anggota dan simpatisan KNPB berencana melakukan hal tersebut perjalanan panjang ke Jayapura, ibu kota provinsi Papua, tapi Sebelum pindah, mereka ditangkap polisi dengan alasan tidak memiliki izin.
Marthen Asmuruf, Kompol Abepura, mengatakan polisi terpaksa menangkap mereka karena belum mendapat izin melakukan aksi protes.
“Mereka protes tanpa izin sehingga ditahan,” singkat Marthen.
Mereka ditangkap di Lingkaran Abepura, Kampus Abepura Universitas Cenderawasih (Uncen), Lampu Merah Waena, dan di Uncen Waena dan langsung dibawa ke Mako Brimob Kotaraja, Jayapura.
Marthen menyebutkan jumlah anggota dan simpatisan KNPB yang ditangkap tercapai 700 orang. “Jumlah ini bisa bertambah,” ujarnya.
Mereka yang ditangkap akan diperiksa secara intensif. “Kalau kita ikuti saja, kita pulangkan, tapi koordinator mobilisasi massa harus bertanggung jawab,” kata Marthen.
Sejumlah barang bukti pun disita. “Ada selebaran yang isinya sangat provokatif, begitu pula dengan ciri-ciri KNPB,” ujarnya.
Sementara, Rratusan warga pro-integrasi demonstrasi diadakan di Sentani, Papua. Selain mendeklarasikan Papua sebagai bagian dari Indonesia, mereka juga menolak keberadaan KNPB dan membakar bendera Bintang Kejora, lambang Papua Merdeka.
Massa pro-Indonesia membalikkan demonstrasi mereka Mereka adalah Lapangan Makam Eluay di Sentani yang dikoordinir oleh Sarlen Ayatanoi. Mereka membentangkan spanduk mendukung NKRI dan memasang bendera merah putih di makam Theys Eluay.
Tidak diketahui apakah massa pro-integrasi diberi izin untuk berdemonstrasi.
Sarlen Ayatanoi dalam sambutannya mengatakan, masyarakat Papua harus menghormati tatanan adat karena menjadi dasar untuk saling menghormati. Menurut Sarlen, ada kelompok kecil yang kerap menimbulkan permasalahan di negara Papua.
“Jangan sampai kita terjebak dalam konspirasi kelompok KNPB atau ULMWP, mereka hanya ingin membodohi Papua dan menjadikannya komoditas politik untuk kepentingan mereka, tanpa pernah mengetahui akar permasalahan Papua yang sebenarnya, yaitu masalah kesejahteraan, bukan masalah kesejahteraan. politik. ,” dia berkata.
Oleh karena itu, lanjutnya, masyarakat Papua menyatakan sikapnya dan menolak KNPB dan ULMWP, karena tidak memperjuangkan kepentingan rakyat. “Kami tidak akan bergabung dengan kelompok KNPB karena harus berpegang pada tatanan adat dan harga mati NKRI,” jelasnya.
Salah satu tokoh masyarakat Papua, Harlem Saroy juga menyatakan menolak keras keberadaan KNPB karena hanya meresahkan masyarakat. “Kami tidak akan bergabung dengan KNPB karena hanya akan menimbulkan keresahan. “Kami mendukung penuh Papua sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI,” tegasnya.
Ia pun dengan tegas menyatakan masyarakat Papua menolak keberadaan ULMWP. “Kami menolak ULMWP karena selama ini hanya membohongi masyarakat Papua, dengan janji-janji yang tidak jelas,” ujarnya.
Dari Sentani, ratusan pengunjuk rasa melakukannya perjalanan panjang dalam perjalanan menuju kantor Bupati Jayapura dengan membawa bendera merah putih. Di sana massa kembali berorasi yang intinya menolak keberadaan organisasi ilegal seperti KNPB dan ULMWP yang hanya menghambat pembangunan yang sedang berlangsung di Papua. Massa kemudian membakar bendera Bintang Kejora di halaman kantor bupati.
Pada 13 April, polisi menangkap 11 pendukung gerakan Operasi Papua Merdeka saat demonstrasi di Jayapura. – Rappler.com
BACA JUGA: