Sketsa: Hari Kebebasan Pers Sedunia
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Pada tanggal 1-4 Mei 2017, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah perayaan Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan tema, “Berpikir kritis di masa kritis: Peran media dalam mempromosikan perdamaian dengan masyarakat yang aktif dan terbuka”.
JAKARTA, Indonesia – Hari Kebebasan Pers Sedunia diperingati setiap tanggal 3 Mei. Hari ini biasanya diperingati untuk membela media dari sejumlah ancaman terhadap kebebasan pers, serta memperingati para jurnalis yang meninggal saat menjalankan tugasnya.
Apa sejarahnya? Baca deskripsinya Buku skets Rapler Indonesia.
Hari Pers Sedunia diresmikan pada tahun 1993 oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menyusul rekomendasi dari konferensi umum dua tahun sebelumnya.
Hal ini terinspirasi dari Deklarasi Windhoek, ketika sebuah asosiasi media cetak di Afrika mengadakan pertemuan di Kota Windhoek, Namibia pada tanggal 29 April hingga 3 Mei 1991 untuk membahas krisis di wilayah mereka pada tahun 1980-an.
Diorganisir setelah Perang Dingin, mereka ingin memastikan bahwa negara-negara Afrika menjadi lebih demokratis dan mengutamakan hak asasi manusia. Salah satunya adalah dengan tidak membatasi pergerakan media melalui intimidasi, penahanan, dan sensor.
Ketiga hal tersebut bukanlah hal baru dalam dunia jurnalistik, khususnya Indonesia. Bagi negara kita, kebebasan pers bukanlah sesuatu yang murah dan mudah dipertahankan.
Pada masa Orde Baru, meski selektif, Presiden Soeharto awalnya cukup terbuka dengan media, hingga ia mulai melakukan tindakan keras pasca tragedi 15 Januari 1974 – yang juga dikenal dengan peristiwa Malari.
Saat itu, Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei datang ke Indonesia untuk melihat prospek pembangunan dan investasi di negara tersebut, namun kedatangannya ditolak oleh masyarakat yang melakukan protes hingga berakhir dengan kerusuhan.
Dari sana, media diawasi dengan ketat, izin usaha penerbitan pers (SIUPP) dicabut, media dilarang, dan berita yang beredar hanya boleh dimuat jika bernada positif terhadap pemerintah. Internet kemudian digunakan sebagai aliran informasi bawah tanah untuk menghindari pengawasan ketat pemerintah. Hingga pada tahun 1994, sekelompok masyarakat yang muak melihat media menjadi alat pemerintah akhirnya memutuskan untuk membentuk organisasi sendiri bernama Aliansi Jurnalis Independen atau AJI.
Setelah Orde Baru tumbang, kebebasan pers Indonesia perlahan bangkit kembali. Kementerian Penerangan yang sebelumnya mempunyai kewenangan menerbitkan dan mencabut SIUPP kini telah dibubarkan, dan dibantu oleh teknologi, arus informasi menjadi lebih cepat di Indonesia.
Melalui teknologi dan jaringan internet pun, pemerintah memberikan transparansi data kepada masyarakat. Sesuatu yang aktif dilakukan di Indonesia sejak Presiden Joko Widodo memimpin negara ini.
Sayangnya kebebasan pers di Indonesia saat ini juga tidak lepas dari sisi negatifnya. Pada tahun 2015, dua orang wartawan Perancis ditangkap polisi di Papua, seorang editor salah satu media ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap menghina kelompok agama tertentu, dan terakhir TNI memberitakan media online karena dianggap berpengaruh. . masyarakat dengan berita palsu.
(BACA JUGA: Indeks Kebebasan Pers Dunia: Kekhawatiran Indonesia akan posisi yang lebih baik)
Namun posisi Indonesia dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia meningkat 6 peringkat pada tahun ini. Dari posisi 130 pada tahun 2016 menjadi peringkat 124 pada tahun 2017.
Pada tanggal 1-4 Mei 2017, negara kita dipercaya menjadi tuan rumah perayaan Hari Pers Sedunia dengan tema, “Berpikir kritis di masa kritis: Peran media dalam mempromosikan perdamaian dengan masyarakat yang aktif dan terbuka”.
Semoga dengan pengakuan ini, Indonesia bisa lebih menjaga kebebasan pers. —Rappler.com
Sketsatorial adalah kolom mingguan Rappler tentang isu-isu penting yang dibahas menggunakan sketsa video, yang dibuat oleh Iwan Hikmawan. Ikuti Iwan di Twitter @Sketgram.