• November 24, 2024
Sketsa: Kontroversi Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’

Sketsa: Kontroversi Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Bagaimana sejarah Gerakan 30 September sampai sekarang? Simak uraiannya di Sketsa Cerita Rappler Indonesia.

JAKARTA, Indonesia – Jelang peringatan hari suci Pancasila yang jatuh pada 1 Oktober, perbincangan mengenai peristiwa 30 September kembali mengemuka. Begitu pula dengan kekhawatiran terhadap kebangkitan komunisme di Indonesia.

Perbincangan soal ini kembali mengemuka setelah terjadi penyerangan massal pada 16-17 September di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Mereka dituduh memfasilitasi dialog yang bertujuan menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ideologinya.

Bagaimana perkembangan Gerakan 30 September selama ini? Baca deskripsinya Buku skets Rapler Indonesia.

Akibat bentrokan tersebut, Panglima TNI kemudian mengedarkan telegram kepada jajaran di bawahnya untuk menggelar pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI yang dirilis pada tahun 1984. Film garapan Arifin C. Noer ini rutin diputar menjelang HUT 1 Oktober pada masa Orde Baru. Namun, sejak tahun 1998 pemutaran film tersebut dihentikan.

Beberapa orang yang menentang pemutaran ulang film tersebut percaya bahwa sebagian besar fakta dalam film tersebut palsu. Dua di antaranya berkaitan dengan penyiksaan sadis terhadap jenderal dan keterlibatan Lukman Njoto dalam pertemuan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hasil pemeriksaan visum dan otopsi gabungan lima dokter RSPAD dan Universitas Indonesia (UI) menyatakan Jenderal Ahmad Yani meninggal dunia dengan 10 luka tembak. Berbeda dengan adegan di film G30S yang menggambarkan Ahmad Yani tewas akibat matanya dicungkil.

Tak sampai disitu, pemotongan alat kelamin dan pemotongan alat kelamin Gerwani juga menjadi kontroversi. Ada lima dokter yang menangani otopsi, yaitu Dr. Brigadir jenderal. Roebiono Kertopati, dr. Kolonel. Frans Pattiasina, Prof. Dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liaw Yan Siang dan Dr. Lim Joe Thay. Mereka berlima kompak menyatakan, tak satu pun dari ketujuh jenderal itu yang dipotong alat kelaminnya.

Jenazah kelima jenderal itu juga mengalami luka tembak. Hasil otopsi akhirnya bocor ke dunia maya beberapa waktu lalu. Sedangkan rezim Orde Baru tidak pernah mempublikasikan secara resmi hasil otopsi tersebut.

Hal lain yang dipertanyakan adalah kehadiran Wakil Ketua Badan Pusat (BK) PKI, Lukman Njoto, yang dalam film tersebut digambarkan hadir dalam pertemuan PKI. Padahal, sejak tahun 1964 ia tidak lagi menduduki jabatan struktural. Sebab, ia punya konflik ideologi dengan DN Aidit, tokoh senior PKI.

Karena tak lagi menduduki jabatan di PKI, kehadirannya dalam rapat tersebut sempat menjadi tanda tanya. —Rappler.com

judi bola terpercaya