• November 24, 2024
Sulit, Barcelona ingin menjadi juara

Sulit, Barcelona ingin menjadi juara

JAKARTA, Indonesia — Beberapa tahun lalu, sSetiap kali Liga Spanyol musim baru digelar, pertanyaan yang sama selalu muncul: Siapa yang mampu menandingi duopoli Barcelona dan Real Madrid?

Dengan perebutan gelar hanya didominasi oleh dua rival abadi ini, pertarungan di eselon tertinggi La Liga, Divisi Primera, menjadi monoton dan membosankan. Para pecinta sepak bola baru heboh ketika pertandingan yang mempertemukan keduanya dalam gelaran El Clasico.

Namun, sejak kedatangan pelatih Diego Simeone di Atletico Madrid, “orang ketiga” mulai bermunculan di antara mereka. Atletico kerap menghambat perburuan gelar Real dan Barcelona. Puncaknya, pada musim 2013/2014, Atleti—sebutan Atltico Madrid—menjuarai Divisi Primera.

Musim ini mereka kembali bersaing dengan Real dan Barcelona. Faktanya, klub berjuluk Los Rojiblancos itu tak pernah keluar dari dua besar klasemen sejak pekan ke-12. Saat ini mereka berada di puncak klasemen dengan selisih 2 poin dari Barcelona di peringkat kedua.

Namun jika melihat solidnya Barcelona, ​​nampaknya gelar juara akan kembali ke Catalonia. Baik Atleti maupun Real akan kesulitan besar untuk mencegah klub berjuluk itu Blaugrana yang mengundang nasibnya.

Stabilitas baru di bawah Luis Enrique

Musim lalu, Barcelona mengalami masa-masa yang kurang mulus dengan kedatangan pemain baru pelatih (Pelatih) baru Luis Enrique. Enrique yang gagal di AS Roma dan Celta Vigo ditunjuk menjadi pelatih salah satu klub terbesar di dunia.

Dengan profil yang kurang meyakinkan, kehadiran Enrique di ruang ganti kurang disambut baik. Apalagi, ia justru bermain api dengan mencadangkan simbol klub milik Lionel Messi tersebut. Manajer berusia 45 tahun itu juga menjalankan sistem rotasi pemain.

Kebijakan baru Enrique tidak membuahkan hasil yang baik. Setengah musim telah berlalu dengan tiga kekalahan dan dua kali seri. Untuk kembali menyelamatkan performa klub, Enrique berdamai dengan Messi.

Karena itu, Enrique mampu memimpin pasukannya menuju kesuksesan pemenang tiga kali lipat untuk pertama kalinya sejak era Josep “Pep” Guardiola.

Meski debutnya sebagai pelatih Barcelona tak mulus, Enrique membawa perubahan signifikan. Salah satunya adalah kekuatan pertahanan klub berjuluk itu Azulgrana itu.

Bahkan, banyak pihak yang menyebut salah satu kunci kesuksesan mereka musim lalu adalah pertahanan yang kuat. Di divisi Primera, mereka adalah tim yang paling sulit ditembus. Hanya kebobolan 21 gol.

Dengan paradigma sepak bola menyerang yang dimainkan Barca, kebobolan 21 gol merupakan pencapaian yang luar biasa. Bandingkan dengan Atleti yang kebobolan sebanyak 29 kali. Faktanya, rival sekota Real itu bermain jauh lebih bertahan dibandingkan Barca.

Namun, Barcelona versi Enrique musim lalu lebih efektif. Mereka “hanya” mencetak 110 gol. Jumlah gol tersebut defisit 8 gol dibandingkan koleksi Real. Lebih produktif lagi ketika Barca meraih trofi La Liga 2012/2013 dengan koleksi 115 gol.

Maka dari itu, di musim keduanya bekerja, Enrique fokus pada pembenahan di lini depan. Kehadiran Luis Suarez melengkapi duet mematikan Neymar dan Lionel Messi, mereka disebut-sebut sebagai trio penyerang paling berbahaya di dunia. Ketiganya menghasilkan 35 gol dan 14 assist membantu Divisi Primera.

Siapa yang bisa melakukan ini tiga kali? Untuk saat ini hanya diri mereka sendiri.

Tantangan Enrique hanyalah menjaga kondisi baik di dalam tim. Seperti yang diungkapkan legenda Barca Johan Cruyff kepada Guardiola saat pria asal Catalonia itu ditunjuk menjadi pelatih klub.

“Di Barcelona, ​​tahun pertama selalu sulit. Namun tahun kedua akan lebih sulit. Dan tahun ketiga jauh lebih sulit dibandingkan tahun kedua,” kata Cruyff dalam buku tersebut Pep Guardiola, cara lain untuk menang ditulis oleh Guillem Balague.

Hari-hari di Barca tetap sulit karena pelatih harus menjinakkan ego para pemain. Dan pemain yang bekerja sama di musim pertama belum tentu beraksi di musim kedua.

Karena itulah, Guardiola memilih mundur setelah musim keempatnya di Camp Nou, markas Barca, berakhir pada 2012. Pasalnya, ia tak lagi menemukan titik terang semangat Xavi Hernandez dan kawan-kawan usai musim perebutan gelar bersamanya.

“Dia seharusnya mengundurkan diri dua musim lalu,” kata Cruyff.

Bagi Enrique, musim kedua masih berjalan baik baginya. Setidaknya sampai minggu ke-18.

Kemajuan duo Madrid: Real tidak stabil, Atletico kekurangan bintang

Musim ini, lawan Barca sedang tidak dalam performa terbaiknya. Pelatih Kepindahan baru Rafael Benitez di awal musim justru menimbulkan keresahan di kalangan pemain. Ia dipecat dan posisinya kini digantikan oleh legenda klub Zinedine Zidane sejak Selasa 5 Januari.

Pergantian kursi kepelatihan di tengah kompetisi memang tidak pernah mudah. Sebab tidak banyak yang bisa dilakukan pelatih baru. Skema dan komposisi pemain dibangun untuk pelatih sebelumnya. Yang bisa dilakukan Zidane hanyalah membangun kembali mentalitas tim.

Dengan situasi yang tidak menentu tersebut, Real akan kesulitan bersaing dengan Barca. Apalagi mereka sempat tertinggal 0-4 musim ini dari musuh abadinya.

Bagaimana dengan Atletico?

Klub yang bermarkas di Vicente Calderon itu masih menggunakan pendekatan konservatif dalam investasi pemain. Mereka membeli pemain dengan harga murah dan mengubahnya menjadi pemain bagus. Begitu sukses, mereka melepas pemainnya ke klub-klub kaya.

Situasi itu pernah terjadi pada para bomber berbahaya yang mereka produksi, seperti Diego Costa, Radamel Falcao, dan awal musim ini Mario Mandzukic. Belum termasuk bek asal Brasil Miranda yang pindah ke Italia bersama Inter Milan.

Sistem jual-beli sangat menguntungkan neraca keuangan klub. Namun tidak dengan mendapatkan gelar. Akibat penjualan pemain utamanya, mereka hanya bergantung pada Antonie Griezmann musim ini.

Memang ada penyerang lain seperti Fernando Torres. Pahlawan lama Vicente Calderon masih belum bisa menemukan kembali ketajamannya. Dia hanya mencetak 2 gol. Dengan komposisi pemain seperti itu, bagaimana bisa menghentikan Barca? — Rappler.com

BACA JUGA:

Angka Sdy