• September 27, 2024
Sulitnya memiliki saham di Freeport

Sulitnya memiliki saham di Freeport

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Setya Novanto sedang mempertimbangkan untuk menggugat Maroef Sjamsoeddin, CEO Freeport Indonesia, karena merekam percakapan tanpa izin

JAKARTA, Indonesia – Ketua Dewan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto mengatakan tidak mudah memiliki saham PT Freeport Indonesia (PT FI) karena ada aturan khusus yang membatasi transparansi pengendalian kepemilikan saham. untuk semua. perusahaan yang berasal dari Amerika.

“Tidak mungkin minta saham, dikuasai Bursa Efek di New York,” kata Setya saat menghadiri pertemuan dengan Pemimpin Redaksi Forum, Senin, 23 November.

Menurut dia, ada aturan Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) yang membuat proses kepemilikan saham Freeport memakan waktu lama. “Itu sulit,” akunya.

FCPA adalah peraturan yang memantau indikasi korupsi dan tipuan di pasar saham internasional. FCPA memberikan transparansi mengenai seluruh aksi korporasi yang dilakukan perusahaan, termasuk pencatatan pembelian saham.

Baca peraturan selengkapnya di sini.

Ayah meminta bagian pada pertemuan ketiga

Persoalan saham ini sebelumnya sempat menjadi perbincangan hangat karena Setya disebut-sebut telah menarik nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT FI.

Dikatakannya, dia tidak langsung meminta saham PT FI, melainkan melalui tiga kali pertemuan.

Pertemuan pertama berlangsung pada 27 April 2015 di kantornya di Senayan. Pertemuan itu bertujuan untuk pertunjukan keliling pejabat baru PT FI yang memimpin di DPR.

Direktur Utama PT Freeport Maroef Sjamsoeddin menjelaskan secara detail mengenai visi, misi, dan data internal perusahaan.

Sumber di DPR mengatakan, dalam pertemuan itu Maroef juga menyinggung opsi arbitrase internasional yang akan diambil Freeport jika pemerintah tidak memperpanjang kontrak.

Kemudian pertemuan kedua digelar di The Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta Selatan, pada 13 Mei 2015. Pada pertemuan tersebut, Setya tidak sendirian. Ia didampingi pengusaha migas Riza Chalid.

Dalam pertemuan itu, Setya mengatakan, menurut sumber tersebut, Jokowi sudah mendengar permintaan PT FI. Namun tanggapan presiden masih kaku. Selama tidak melanggar aturan, Presiden bersedia memperpanjangnya.

Pada pertemuan ketiga, masih di tempat yang sama pada 8 Juni 2015, Novanto, Riza, dan Maroef kemudian bertatap muka. Tidak ada pihak lain kecuali tiga orang ini.

Menurut sumber, pertemuan ini berlangsung sekitar setengah jam. Pertemuan itu ternyata direkam Maroef, lalu sebagian percakapan dalam transkripnya disebar ke media hari ini.

Salah satunya permintaan Riza kepada PT FI agar memberikan saham kepada Jokowi dan Kalla. Besaran sahamnya berkisar 9-10 persen.

Dalam pertemuan tersebut digambarkan perbincangan keduanya berlangsung panas dan penuh canda.

Novanto akan lapor bos PT FI?

Sementara itu, kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya mengatakan, kliennya akan melaporkan Maroef, bos PT FI, ke polisi karena direkam tanpa sepengetahuannya.

Menurut Firman, rekaman percakapan tersebut melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). “Belum ada pembahasan, tapi sedang kami kaji,” kata Firman saat ditemui di Gedung DPR hari ini.

Kajian ini antara lain mencakup validitas survei yang diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan DPR (MKD).

Menurut Firman, pencatatan alat bukti tidak sah jika tidak ada persetujuan pihak yang direkam dan melanggar pasal 31 dan 32 UU ITE terkait penyadapan.

Menanggapi hal tersebut, Novanto mengaku masih memikirkannya. “Kami menunggu keputusan MKD,” ujarnya.

Sementara itu, rapat terkait dugaan pelanggaran kode etik Setya mulai hari ini dilakukan secara internal oleh MKD. —Rappler.com

BACA JUGA

Pengeluaran Sidney