Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik menyesal terlambat
- keren989
- 0
Dalam nota pembelaannya, terdakwa Irman mengaku memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
JAKARTA, Indonesia – Sidang kasus mega korupsi pengadaan KTP Elektronik kembali digelar pada Rabu, 12 Juli di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Jika terdakwa 1 Irman mangkir dari persidangan Senin lalu karena menderita diare akut, maka ia tampak sehat dan kuat dalam persidangan kemarin.
Di hadapan majelis hakim, Irman mengaku sehat dan mampu menjalani sidang yang berlangsung hingga sore hari.
“Iya Yang Mulia, saya sehat dan bisa menyaksikan sidang sampai tuntas,” kata Irman yang mengenakan kemeja batik.
Agenda sidang kemarin adalah mendengarkan nota pembelaan yang dibacakan kedua terdakwa yakni Irman dan Sugiharto. Catatan pembelaan dibacakan terlebih dahulu oleh kedua terdakwa dan dilanjutkan oleh tim kuasa hukumnya.
Kepada majelis hakim, Irman mengaku menyayangkan dua hal. Pertama, ia menyayangkan tidak segera mengembalikan uang yang diterimanya dari tersangka Andi Agustinus ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua, ia menyayangkan ketidakmampuannya menghindari berbagai intervensi dari berbagai pihak di luar Kementerian Dalam Negeri dalam pelaksanaan proyek pengadaan KTP Elektronik.
Padahal, tujuan awal KTP Elektronik adalah untuk memudahkan pemerintah dalam melakukan registrasi penduduk di Indonesia. Dengan data tersebut, pemerintah bisa lebih mudah memetakan jumlah pemilih untuk keperluan pemilihan presiden.
Sayangnya, mantan Direktur Jenderal Kependudukan Sipil Kementerian Dalam Negeri itu tak kuat menghadapi godaan. Terbukti ia menerima uang dari Andi Agustinus, salah satu pemilik perusahaan konsorsium proyek tersebut. Uang yang diterima Irman sebesar US$300 ribu atau setara Rp 3,9 miliar (dengan kurs saat ini).
“Jujur saya akui, saya memang menerima uang itu dari terdakwa 2 Pak Sugiharto. Namun uang tersebut akhirnya saya setorkan ke rekening penampungan KPK pada 8 Februari 2017, kata Irman.
Selain US$ 300 ribu, ada lagi US$ 273.700, Rp 2,2 miliar, dan 6.000 dollar Singapura yang diterimanya dari pihak lain. Dia menjelaskan, uang sebesar US$ 200 ribu kemudian diserahkan kepada Suciati yang saat itu menjabat sebagai kepala subbagian tata usaha pimpinan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Menurut Irman, uang tersebut digunakan untuk menutupi dan mendanai tim pengawasan KTP Elektronik.
Menariknya, uang Rp 2,2 miliar yang diterima Irman juga sebagian diberikan kepada dua pihak di Kementerian Dalam Negeri. Pertama, kepada mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni sebesar Rp22,5 juta dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebesar Rp50 juta.
Apa yang disampaikan Irman dalam keterangan tertulisnya jelas bertolak belakang dengan pernyataan Gamawan yang mengaku tidak pernah menerima satu rupiah pun dari proyek pengadaan KTP Elektronik. Irman pun mengaku juga mengambil uang sebesar Rp50 juta untuk keperluan pribadi.
Namun uang senilai Rp50 juta itu sudah diserahkan ke KPK pada 14 Desember 2016, ujarnya.
Di akhir nota pembelaannya, ia berharap Majelis Hakim menjatuhkan hukuman seberat-beratnya. Selain menyesali perbuatannya, Irman juga bersedia menjadi pendamping keadilan untuk mengungkap kasus tersebut.
Menangis di pengadilan
Sementara terdakwa 2 Sugiharto menangis saat membaca nota pembelaan. Sugiharto mengaku bisa terlibat dalam proyek KTP Elektronik karena posisinya di Kementerian Dalam Negeri. Itupun awalnya tak mau ditempatkan sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Kependudukan Sipil.
Saat membaca bagian terakhir permohonannya, Sugiharto mulai menitikkan air mata. Ia mengaku merasa malu mendekam di bui karena kasus korupsi. Selain itu, pihak keluarga juga ikut terdampak dengan kasus tersebut.
“Terima kasih atas dukungan moral dari keluarga saya, terutama istri dan anak-anak saya. “Saya mohon maaf karena telah melakukan hal tersebut, namun keluarga harus menanggung malunya,” isak Sugiharto.
SAKSI: Terdakwa 2 Sugiharto menangis membacakan dakwaan kasus korupsi KTP Elektronik. @RapplerID pic.twitter.com/445t3q2Mxb
— Santi Dewi (@santidewi888) 12 Juli 2017
Ia pun menyayangkan terlibat dalam salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia. Meski meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman seberat-beratnya, ia akan menerima dengan lapang dada apapun keputusan akhirnya.
Dalam sidang penuntutan, jaksa penuntut umum (JPU) menilai keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Untuk itu, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara dan denda kepada kedua terdakwa.
Irman divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta. Sedangkan Sugiharto divonis lima tahun penjara dan denda Rp400 juta. – Rappler.com