• November 23, 2024

Tidak ada asap jika tidak ada api

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Sebagai seorang muslimah, penulis merasa tersinggung dengan perkataan Ahok. Meski demikian, ia berharap aksi unjuk rasa pada 4 November nanti berlangsung damai

BismillahirahmanirahimSSeperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama punya kebiasaan bicara tidak berdasar. Yang tidak suka akan berkata lantang, yang suka akan berkata tegas.

Orang yang santun akan tersinggung mendengar kata-kata kotor yang diucapkannya dalam siaran langsung televisi nasional. Sementara itu, mereka yang mungkin lebih terbiasa dengan gaya bicara Gubernur akan berkata, “Tidak apa-apa kalau begitu.”

Tuhan memberkati. Saya pribadi bukanlah generasi yang lahir di era ngomong sembarangan. Ketika saya masih kecil, nenek saya akan buru-buru mengucapkan kata “sialan”. mengatakan mulutnya Kedua, saya seorang ibu yang tidak ingin anak-anak saya meniru perilaku sembarangan tamparan seperti itu.

Jika kita mau jujur ​​dan tidak punya kepentingan pribadi, saya rasa kita semua bisa sepakat untuk menyarankan agar Pak. Basuki lebih bisa mengendalikan emosi dan perkataannya.

Ketidakmampuan mengendalikan ucapannya akhirnya menjadi bumerang baginya. Ini bukan pertama kalinya Pak Basuki memasukkan urusan agama ke dalam pertemuan resmi. Videonya pun viral dimana-mana.

Dalam sebuah video saat pertemuan tersebut, dia berbicara tentang agamanya, yang menurutnya membentuk dirinya menjadi dirinya sendiri dia tidak takut mati karena kamu pasti akan masuk surga, mendapat makan dan mendapat rumah gratis. Pada laporan lain, masih banyak lagi yang tidak bisa saya uraikan satu per satu di sini, namun bisa dengan mudah dicari di Google.

Puncaknya adalah ketika ia menggunakan surat Al-Maidah ayat 51 pada suatu kesempatan di hadapan penduduk Kepulauan Seribu. Sebagai seorang muslimah, saya pribadi sangat tersinggung dan… terkejut karena perkataannya sangat jelas baik tata bahasa maupun intonasinya yang menghina ayat suci kita. Bagi saya pribadi, jelas apa tujuannya.

Suasana kunjungan resmi ke Kepulauan Seribu, perbincangan dialog dengan masyarakat tiba-tiba berubah menjadi penyisipan pertanyaan soal ayat? Sebenarnya bukan hanya ayat saja, dia juga menjelaskan secara detail tentang cara memilih.

“Jika kamu membenciku, jangan terus-menerus berdemonstrasi. Dicolokkan Saat pemilu, foto saya dicetak. Wah, nanti aku pilih lagi. Jadi kalau benci saya harus colok beberapa kali baru batal. Kalau hanya sekali, pilih lagi,” itu yang dikatakan Ahok.

Jika Pak Basuki merasa terbebas, sebaiknya segera meminta maaf karena kami umat Islam rekonsiliasi ketika Anda menyadari bahwa Anda melakukan kesalahan dalam berbicara. Orang yang melakukan kesalahan meminta maaf sebelum ditanya. Buktinya tak bisa disangkal, bahkan tim sukses Basuki menggugat Buni Yani atas video yang sama?

Permintaan maaf itu baru dilontarkan setelah beberapa ormas melaporkannya ke Bareskrim dan Polda. Ada satu laporan yang ditolak Bareskrim dengan alasan perlu adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Kemudian MUI mengeluarkan fatwa bahkan melaporkannya. Belum cukup, di saat yang sama, umat Islam mengisi petisi sebagai bentuk penghinaan, bahkan akhirnya menggelar aksi damai di Jakarta dan secara sporadis hampir di seluruh pelosok nusantara. Pertanyaannya mengapa Basuki tidak segera ditangkap?

Kasus yang diklaim pelecehan terhadap Nabi Muhammad oleh penulis Arswendo Atmowiloto masih terpatri dalam ingatan kita. Jangan dikira orang bodoh, mereka menggugat karena tahu ada pelanggaran, bukan didasari kebencian pribadi. Videonya ada, artikelnya ada, saksinya ada. Untuk apa saksi ahli? Bukankah puluhan atau mungkin ratusan ribu Muslim yang cinta damai adalah bukti nyata?

Kami khawatir, setelah belajar dari pengalaman, kasus-kasus yang dibiarkan terlalu lama akan hilang begitu saja. Misalnya kasus pembelian tanah RS Sumber Waras dan masih banyak lagi. Secara khusus, kasus-kasus yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama memang bisa dikatakan “tak terlihat”, mungkin hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Tuhan memberkati.

Saya berharap tidak ada kerusuhan, dan yakin aksi ini damai karena ulama setiap hari mengaji, bukan tawuran. Kerusuhan bisa terjadi jika ada penyusup yang memprovokasi. Kalau bicara soal penyusup, kita juga tidak boleh naif.

Jadi harapan saya, aparat hanya memantau provokator atau penyusup jika memang ingin mengendalikan situasi. Jangan khawatir terhadap ulama dan umat, mereka tidak menyerang, mereka membela (dirinya) dan agamanya. —Rappler.com

Zara Zettira adalah seorang penulis dan pengamat media sosial. Dia dapat ditemukan di Twitter @ZaraZettiraZR

Hk Pools