Tidak ada pemberitahuan untuk Hizbut Tahrir
- keren989
- 0
Jakarta, Indonesia-Tiga pekan lalu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hizbut Tahrir Eko Baskoro Harlis mengunjungi rumah Ketua Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Jombang, Jawa Timur, Zulfikar Damam Ikhwanto.
Ia berniat bersilaturahmi sambil membawa buku, VCD, dan tabloid tentang Khilafah Islam. Sistem khilafah yang dimaksud adalah negara di bawah panji Islam.
Eko mulai memperkenalkan isi ketiga barang yang dibawanya. Sementara Zulfikar mendengarkan.
Setelah selesai menjelaskan, Zulfikar langsung menjawab, “Pak, kami sama-sama muslim, Anda (memanggilmu dalam bahasa jawa) syahadat dan doa, sama saja. Tapi perbedaannya adalah komitmen nasional kita,” ujarnya kepada Rappler, Senin, 2 April.
Zulfikar yang lahir di luar Nahdlatul Ulama ini menambahkan, keberagaman sudah diajarkan sejak lahir oleh orang tuanya. Indonesia bukan hanya milik Islam, tapi juga milik warga negara lain yang berbeda keyakinan.
Keluarga Nahdlatul Ulama memang mendapat pendidikan cinta tanah air dari ulama besarnya. Istilah dalam bahasa Arab adalah hubbul wathon minal iman Artinya mencintai tanah air adalah bagian dari iman.
“Yah, perbedaannya adalah, Anda “Hal ini sejalan dengan ajaran mohon maaf karena kurang memberikan pendidikan yang baik terkait rasa nasionalisme dan cinta tanah air,” ujarnya lagi.
Keberagaman di NU semakin ditonjolkan oleh pernyataan para ulama, kata Zulfikar, yang mengajarkan bahwa negara ini bukanlah negara agama, namun juga bukan negara tanpa agama.
Eko terdiam beberapa saat lalu menjawab: “Itu Gus (sebutan khas orang terhormat), itu khilafah rahmatan nag alamin (rahmat seluruh alam), Insya’Allah jika kekhalifahan berdiri, orang-orang kafir juga dilindungi dan didukung.”
Setelah tiga minggu berlalu, tepatnya pada hari Sabtu, 30 April 2016, keduanya kembali bertemu. Kali ini bukan di rumah pribadi Zulfikar, melainkan di depan umum.
Ketua GP Ansor Jombang bukannya semakin ‘jinak’ terhadap ormas Islam tersebut, malah semakin menegaskan penolakannya.
GP Ansor Jombang yang dipimpin Zulfikar resmi menghentikan Kongres Tokoh Masyarakat DPD HTI Jombang 1437 H.
Organisasi cabang NU pun tidak sendirian, mereka menolaknya bersama 19 organisasi masyarakat lainnya.
Penolakan tersebut dilakukan melalui aksi unjuk rasa setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di depan Masjid Baitul Mukminin Alun-Alun Jombang.
“HTI menganggap konstitusi Negara Republik Indonesia (Negara Kesatuan Republik Indonesia) kufur. HTI juga menolak nasionalisme. “Makanya kami meminta pemerintah membubarkan HTI,” kata Syamsul Rijal, Wakil Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jombang. media.
Pernyataan bersama yang dibacakan Syamsul kemarin ditandatangani sekitar 20 organisasi. Di antaranya Yayasan ICDHRE, DPD KNPI, PC IPPNU, PC GP Ansor, LTM NU, PC PMII, PC IPNU, PC Pergunu, Lakpesdam NU dan PCNU Jombang.
Serta Persatuan Tionghoa Indonesia (INTI), Aktivis Lintas Agama, Jamiyah Salawat Seribu Rebana, DMI (Dewan Masjid Indonesia), dan PCTAI.
“Semua ormas satu suara dan meminta pemerintah membubarkan HTI,” jelas Syamsul.
Deklarasi tersebut juga ditandai dengan unjuk rasa ratusan Banser. Mereka membentangkan spanduk dan plakat kesetiaan dengan tulisan Khilafah yang dicoret dengan warna merah.
Penolakan ini tidak hanya terjadi di Jombang tetapi juga meluas hingga ke kawasan tapal kuda yang kebetulan merupakan basis NU. Di antaranya Jember, Tulungangung, Bojonegro, Magetan, dan Surabaya.
Kabar terhentinya kegiatan konferensi Tokoh Masyarakat yang diadakan Hizbut Tahrir Indonesia juga terdengar dari Jember.
Sekitar 400 anggota Banser NU Kabupaten Jember mengepung Convention Hall New Sari Utama Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Minggu, 1 Mei, untuk menebar kegiatan.
Namun pergerakan spanduk tersebut mendapat perlawanan dari polisi sehingga berujung pada saling dorong dan perkelahian.
Benarkah HTI Anti Pancasila?
Tentang media Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia Jawa Timur, Harun Musa, membantah tudingan gerakan pemuda Ansor yang menyebut konsep khilafah Islam yang diusung kelompoknya bertujuan menggantikan ideologi Pancasila.
Harun mengklaim konsep tersebut justru mempertegas persatuan dan kesatuan. “Kami cinta negara kesatuan Republik Indonesia,” kata Harun.
Harun mengatakan, hukum Islam memberikan rincian bagaimana mewujudkan persatuan, meningkatkan rasa kebangsaan, dan masalah agama.
Jika konsep ini diterapkan, kata dia, tidak akan ada lagi korupsi, narkoba, dan eksploitasi sumber daya alam yang dijual ke negara lain. Yang jelas bangsa ini tidak boleh terpecah belah, ujarnya.
Namun Zulfikar dari GP Ansor tidak setuju dengan tuntutan HTI. Ia mengaku mengamati pergerakan MTI di Jombang selama hampir 5 tahun.
Temuannya, sebagian pengurus HTI di wilayahnya merupakan aktivis dakwah di kampusnya.
Kemudian mereka kembali ke kampung halaman dan memperkenalkan khilafah melalui kegiatan sosial, sehingga mampu menjaring hampir 1.000 jemaah di kota santri.
Isi ajarannya, kata Zulfikar, cukup meresahkan. “Bagi sebagian masyarakat yang masih awam, mengajak untuk tidak mempercayai ideologi Pancasila yang sudah ketinggalan zaman dan tidak lagi kontekstual. Ideologi Pancasila harus diganti jika kita ingin sejahtera dan sejahtera, ujarnya.
NU Jombang khususnya bahkan melakukan kajian terkait HTI pada khususnya, dan gerakan radikal pada umumnya.
Dalam situsnya, NU mempublikasikan kajian tersebut melalui wawancara dengan Imam Ghazali Said, seorang ulama yang mengamati secara dekat gerakan Islam radikal. situs web resmi.
Pengajar asrama santri An-Nur Wonocolo ini diketahui akrab dengan gerakan-gerakan Islam di nusantara, khususnya yang berasal dari Timur Tengah, seperti Hizbut Tahrir yang didirikan di Yordania.
Said mengatakan HT merupakan pecahan dari gerakan Islam garis keras Ihkwanul Muslimin yang didirikan Hasan Al Banna. Kedua tokoh tersebut mempunyai pendapat berbeda.
Akhirnya Taqiuddin mendirikan Hizbut Tahrir. Artinya, partai pembebasan. Artinya adalah pembebasan umat Islam dari cengkraman Barat dan dalam waktu dekat pembebasan Palestina dari Israel. Dan kemudian dikonsep gerakan Khilafah Islam.
HT pun menjadi organisasi terlarang di negara asalnya, karena memandang nasionalisme sebagai kebodohan modern.
Lantas bagaimana pergerakan mereka di Indonesia?
“Di Indonesia, jujur saja mereka menganggap Pancasila bodoh. “Nasionalisme bagi mereka adalah kebodohan,” kata Said.
Ketua Dewan Pakar Ikatan Sarjana NU Jombang Aan Anshori menambahkan kepada Rappler, karena itulah HT menjadi ancaman di nusantara.
“Tentunya kami menganggapnya sebagai ancaman serius karena virus khilafah menggunakan argumentasi tekstual-agama yang tidak semua umat Islam (apalagi non-Muslim) mampu melawannya,” ujarnya.
Lantas apa rencana GP Ansor selanjutnya?
“Kami mengundang para aktivis keagamaan dan organisasi kemasyarakatan untuk datang dan menjaga negara ini,” kata Zulfikar.
“Karena kalau emas kita hilang, kita bisa membelinya di pasar, tapi kalau tanah air kita hilang, kita tanya siapa,” ujarnya dan Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, ulama asal Pekalongan yang juga ketuanya. dikutip. Majelis Ulama Indonesia Wilayah Jawa Tengah.
Ia juga meminta negara menyikapi organisasi yang bertentangan dengan yayasan dan konstitusi. Mari kita berpancasila yang baik, patuh pada UUD 1945, Insya Allah Pancasila sesuai syariat, ujarnya. —Rappler.com
BACA JUGA