Tiga gereja dilarang menggelar kebaktian di Parungpanjang
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Larangan kegiatan keagamaan kembali terjadi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tiga gereja yakni Metodis, HKBP Parung Panjang, dan satu gereja Katolik diminta tidak menggelar kegiatan peribadatan di Perumahan Griya Parungpanjang RT 04/05 karena terkendala alokasi lokasi.
Selama ini lokasi yang digunakan ketiga gereja tersebut diperuntukkan sebagai tempat tinggal. Warga yang merasa keberatan kemudian mengajukan keberatannya kepada pemerintah setempat, sehingga kegiatan tersebut dihentikan.
Dalam kronologi yang diterima Rappler disebutkan pertemuan terkait larangan tersebut terjadi pada Selasa, 7 Maret. Namun Pendeta Abdul Saragih dari Gereja Methodist mengatakan pembicaraan telah berlangsung selama 3 hari sebelumnya.
“Pada malam ke 4, Muspika (rapat pimpinan camat) mempertemukan (kami) dengan pihak-pihak yang berkeberatan, mereka justru menyatakan bahwa kami TIDAK bisa beribadah,” ujarnya saat dihubungi Rappler, Sabtu, 11 Maret.
Ia dan dua perwakilan gereja lainnya saat itu menyatakan tidak bisa memenuhi permintaan tersebut dan tetap menggelar kebaktian keesokan harinya.
Kamis lalu, Muspika kembali memanggil perwakilan ketiga gereja tersebut dengan dalih musyawarah. Padahal, mereka hanya menyampaikan keputusan rapat 7 Maret yang intinya tempat ibadah mereka di dalam ruangan status quo hingga akhir bulan Maret.
Peserta rapat yang dihadiri pejabat daerah, kepolisian, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bogor, Satpol PP, MUI Kecamatan Parungpanjang, dan KUA Kecamatan Parungpanjang juga meminta pihak gereja tidak melakukan aktivitas apa pun selama menunggu waktu tunggu. keputusan mengenai gedung-gedung ini.
“Kepada para pemimpin umat Katolik dan Protestan (Metodis dan HKBP) agar melakukan sosialisasi kepada jemaahnya masing-masing dan menjaga hubungan baik dengan lingkungan hidup,” tulis risalah rapat tersebut.
Saat sosialisasi, Abdi mengaku kecewa karena pihak gereja tidak diajak berdiskusi. Terlebih lagi, pemerintah juga tidak memberikan solusi untuk tempat ibadah baru.
Bahkan, lanjutnya, dalam rapat bersama Dewan Pimpinan Daerah (Muspida) dan FKUB di Cibinong, Bogor, Februari lalu, tercapai kesepakatan agar jemaah tetap diperbolehkan beribadah sementara, sambil menunggu pemindahan gedung. izin penggunaan.
Sulitnya mendapatkan izin
Abdi mengatakan, gerejanya berdiri sejak tahun 1998 dan memanfaatkan tanah tersebut sebagai tempat ibadah. Sedangkan Gereja Katolik baru berdiri pada tahun 2007 dan HKBP pada tahun 2014. Ketiga gedung ini berdiri bersebelahan.
Saat pertama kali didirikan, jemaah Metodis mengajukan permohonan ke Departemen Agama Kabupaten Bogor. Di sana, pejabat Departemen Agama menasihati mereka untuk tidak meminta pembangunan gereja karena akan sulit.
“Karena (mereka) pada prinsipnya tidak mengeluarkan izin mendirikan bangunan gereja. Sulit dan tidak perlu membangunkan ‘singa tidur’, kata Abdi. Terakhir, sejak tahun 1998, mereka beroperasi berdasarkan Surat Laporan Kegiatan (SKTL). Abdi menjelaskan, kegiatannya adalah pembinaan iman, bukan gereja.
Menurut dia, warga sekitar gereja sebenarnya tidak keberatan. Ia mengenang, saat ingin meminta rekomendasi SKTL kepada Ketua RT, ia dijawab ‘kalau mau beribadah tidak perlu ditulis’. Bahkan saat bersosialisasi dengan warga, ada yang menyambut baik bahkan meminta izin untuk membangun warung di samping tempat ibadahnya.
Pada tahun 2005 giliran HKBP yang meminta izin membangun gereja. Setelah dua tahun menunggu, izin pun keluar. Namun karena terburu-buru membangun sebelum IMB terbit, bangunan tersebut dibongkar oleh massa dan Satpol PP. Sementara itu, Gereja Katolik kesulitan mendapatkan persetujuan warga setempat.
“Sulit, sehingga warga secara lisan menyatakan tidak peduli. Tapi saat diminta tanda tangan, dia tidak mau,” kata Abdi.
Namun, terkait persoalan ini, dia menyebut pihak yang berkeberatan mayoritas bukan berasal dari daerahnya.
Abdi menduga hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya gereja Katolik dan Kristen. “Jadi dulu (tidak banyak), kenapa sekarang makin banyak? “Inilah yang menjadi perhatian mereka,” katanya.
Tanah disediakan
Meski ada kendala, ketiga gereja sepakat tetap menggelar kegiatan ibadah seperti biasa. “Di tempat biasa,” kata Abdi.
Ia berharap ke depan pemerintah bisa lebih memfasilitasi lahan gereja permanen bagi umat Kristen dan Katolik. Menurut dia, banyak perumahan yang menyediakan fasilitas umum khusus untuk agama tertentu.
Hingga berita ini diturunkan, Camat Parungpanjang Edi Mulyadi belum menjawab panggilan telepon maupun pesan singkat yang dikirimkan Rappler untuk dimintai konfirmasi.
Sengketa tempat ibadah bukanlah cerita baru di Bogor. Hingga saat ini jemaah GKI Yasmin belum bisa beribadah di gerejanya karena IMB dibatalkan oleh Pemda Bogor. (BA: Konflik GKI Yasmin, Bima Arya Disebut Diam-diam Rencanakan Relokasi?) – Rappler.com
Normal 0 salah salah salah DAN-AS YA X-TIDAK ADA
/* Definisi gaya */ table.MsoNormalTable mso-style-name:”NormalTable”; mso-tstyle-ukuran tapak:0; mso-tstyle-colband-ukuran:0; mso-style-noshow: ya; prioritas gaya mso: 99; mso-style-parent:””; mso-padding-alt: 0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-untuk-margin-atas: 0in; mso-untuk-margin kanan: 0in; mso-untuk-margin-bawah:8.0pt; mso-untuk-margin-kiri: 0in; garis – tinggi : 107% ; penomoran halaman mso: janda; ukuran font: 11.0pt; font-family:”Calibri”,sans-serif; mso-ascii-font-keluarga:Calibri; mso-ascii-tema-font:kecil-latin; mso-keluarga-font-bawah: Calibri; mso-lower-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”; mso-bidi-tema-font: minor-bidi; mso-fareast-bahasa:YA;