TNI dan pilihan evaluasi penggunaan senjata api
- keren989
- 0
Tantowi Yahya mengatakan, TNI tidak perlu melakukan evaluasi penggunaan senjata api, cukup tes psikologi biasa
JAKARTA, Indonesia—Tragedi penembakan tewas pengendara sepeda motor yang dilakukan anggota TNI Serda Yoyok H pada Selasa sore, 3 November, menuai kemarahan masyarakat.
Beberapa komentar di Twitter misalnya, mempertanyakan posisi TNI atas kejadian tersebut. Mereka meminta TNI membuktikan penegakan hukum tidak pandang bulu dan penggunaan senjata api dikontrol dengan ketat.
Seret anggota Kostrad yang seenaknya menembak kepala kendaraan penggembala itu. Tidak. Biarkan ia lolos! Kasus Jopi yang dibunuh AL masih simpang siur
— Ulin Yusron (@ulinyusron) 3 November 2015
Insiden perilaku koboi di jalan yang dilakukan anggota TNI menjadi topik populer. Penggunaan senjata api harus dikaji ulang. Sebuah kejadian yang memakan korban jiwa
— Puzi Haryanto (@puzi06) 4 November 2015
@PRFMnuus Saya setuju, senjata api itu berbahaya. Harus ada tes bagi siapa pun yang memegangnya. Jangan sampai dipegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
— asep maftuh (@asepmaftuh) 4 November 2015
Wah…sekali lagi senjata api merenggut nyawa.” Aparat harus bijak dalam bertindak. Jangan langsung cabut senjata.!!! pic.twitter.com/7wULvy7fDr
— Moch.Rhafly (@kak_rafly) 4 November 2015
Apa tanggapan TNI?
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen M Sabrar Fadhilah mengatakan, TNI sebenarnya sudah memiliki cukup regulasi untuk mengawasi penggunaan senjata api oleh personel.
“Ada peraturan tentang membawa senjata. “Kami punya peraturan dari panglima, panglima militer, dan tata cara,” dia berkata.
Peraturan ini ada di Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 7 Tahun 2010 tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa untuk kegiatan ekspor, impor, pembelian, penjualan, produksi, pemilikan, penggunaan, penguasaan, pemuatan, pembongkaran, pengangkutan, penghibahan, peminjaman, pemusnahan senjata api dan amunisi standar militer, diperlukan izin menteri.
Anda dapat membaca pembahasan selengkapnya Di Sini.
Peraturan ini berlaku bagi lembaga pemerintah non Kementerian Pertahanan dan TNI, badan hukum nasional Indonesia tertentu, perseorangan, kapal Indonesia, dan pesawat terbang Indonesia.
Selain itu, lanjut Sabrar, anggota TNI pemegang senjata api juga harus dipastikan memiliki kondisi mental atau psikologis yang baik.
“Secara umum ada aturannya, beban kerja, rangkingnya. Ada tes izin dan tes psikologi. “Tidak hanya kecerdasan, kestabilan mental juga diperiksa,” ujarnya.
Tes kejiwaan dilakukan beberapa kali selama menjadi anggota TNI. Namun, dia belum bisa memastikan kapan terakhir kali Serda Yoyok menjalani tes kejiwaan.
Dia memastikan anggota TNI yang memegang senjata api harus sepengetahuan komandannya.
Kontrol TNI lemah?
Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengatakan dalam kasus Cibinong terdapat indikasi kelalaian dalam pengendalian penggunaan senjata api oleh TNI.
“Di daerah konflik, setahu saya petugas wajib memakainya. Tapi kalau di kawasan aman seperti Cibinong, tidak boleh. Kebetulan saya juga tinggal di Cibinong. “Area ICP (TKP) merupakan kawasan yang ramai,” ujarnya.
Poengki mengatakan, pemerintah harus mengendalikan penggunaan senjata api oleh personel TNI. Karena aparat TNI masih memiliki arogansi yang tinggi terhadap warga sipil, mereka bisa saja menembak sembarangan, ujarnya.
Tantowi Yahya, Anggota Komisi Pertahanan DPR, juga menyayangkan TNI gagal mengawasi penggunaan senjata api oleh personelnya.
“Kami menyesali penembakan itu. Senjata yang dititipkan kepada prajurit TNI tidak dimaksudkan untuk melukai atau membunuh orang. “TNI harus lebih tegas dalam mempercayakan senjata kepada prajuritnya,” katanya kepada Rappler.
Tantowi mengatakan penggunaan senjata api tidak perlu dilakukan evaluasi. “Menurut saya tes kejiwaan harus dilakukan secara berkala. “Yang pegang senjata harus stabil emosi dan mentalnya,” ujarnya.
Soal regulasi, kata Tantowi, hingga saat ini sudah benar.
Sedangkan dari data gunpolicy.org jumlah senjata api yang dimiliki militer pada tahun 2013 kurang lebih 900.000.
Bukan kasus yang luar biasa
Alih-alih mengkritik TNI, Profesor Salim Said dari Universitas Pertahanan meminta hal tersebut tidak dibesar-besarkan.
“Saya kira kasus ini adalah kejadian pribadi. Kasus terisolasi,’ katanya kepada Rappler. Salim mengatakan, penggunaan senjata api tidak selalu dikuasai atasan.
Peristiwa yang merenggut satu nyawa itu juga tidak bisa dijadikan ukuran TNI melakukan penembakan.
Salim melanjutkan, mungkin saja oknum TNI yang ‘berdarah muda’ itu melakukan kesalahan saat itu. Ia juga menolak memberikan rekomendasi kepada TNI. Menurut dia, regulasi yang dimiliki TNI sudah cukup. Apakah itu benar? Bagaimana menurutmu? —Rappler.com
BACA JUGA