• November 24, 2024

Toleransi umat Hindu dan Islam saat Nyepi di Malang

Umat ​​Hindu tetap Nyepi, umat Islam menunaikan salat wajib dan sunnah dengan suara lirih

MALANG, Indonesia – Warga Dusun Karang Tengah, Desa Glanggang, Kabupaten Malang sedang membersihkan halaman dan jalan di depan tempat tinggalnya pada Senin, 7 Maret.

Beberapa anak muda sibuk mendekorasi ogoh-ogoh, patung raksasa melambangkan kejahatan, yang akan dibakar pada upacara Selasa malam.Taur Agung Kesanga.

Dusun Katang Tengah mempunyai 161 kepala keluarga yang sebagian besar beragama Hindu. Terdapat satu tempat suci, satu masjid, dan satu musala masing-masing di dusun tersebut. mereka akan kucing bratamulai Rabu 9 Maret hingga Kamis 10 Maret, sedangkan umat Islam berencana mengadakan salat gerhana matahari di hari yang sama.

“Kami akan salat seperti biasa, hanya pengeras suara yang dimatikan dan tidak memakan waktu lama saat pengeras suara digunakan,” kata Sukri, warga Muslim di Dusun Karang Tengah, Senin, 7 Maret.

Dusun ini memiliki 161 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sekitar 800 jiwa dan lebih dari 70 persen diantaranya beragama Hindu.

Pembakaran Ogoh-Ogoh

Pada hari Selasa, 8 Maret 2016, warga Hindu mengadakan upacara Taur Agung Kesanga di lapangan desa setempat. Terdapat puluhan boneka kertas berukuran besar atau ogoh-ogoh dengan berbagai bentuk seram yang dibuat sendiri oleh masing-masing warga. Tiruan Buta Kala atau unsur alam negatif mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Ogoh-ogoh akan dibakar sebelum umat Hindu mulai berpuasa menjelang Nyepi, mulai Rabu malam hingga Kamis malam.

Artinya, kami mohon agar Batara Kala atau unsur-unsur negatif di alam tidak mengganggu kami saat merayakan Nyepi, kata Sucipto, Kepala Dusun Karang Tengah, Senin.

Warga juga akan menempatkan takir atau sesaji di setiap sudut kota sepanjang Selasa. Berisi nasi yang dimasak dalam lima warna, yaitu hitam, putih, merah, kuning dan potong dadu atau kombinasi keempat warna tersebut. Ada juga potongan bumbu, air dan daun serta wadah isian dupa yang terbuat dari daun pisang, bahan yang konon berasal dari budaya lokal Malang.

“Umat Hindu tahu ajaran Desa Kala Patra. Kota berarti tempat, kala berarti waktu dan patra berarti situasi. Sarana peribadahan disesuaikan dengan situasi yang berkembang di tempat itu, namun doa dan ajaran Hindu harus sesuai dengan kitab, ”ujarnya.

Pada hari Rabu, umat Hindu akan melaksanakan salat catur brata, berpuasa terhadap empat hal, yaitu api atau cahaya, tidak bekerja, tidak bepergian, dan tidak mendengarkan atau melakukan hiburan duniawi. Sebagian besar umat Hindu akan tinggal di rumah atau pergi beribadah mulai pukul 00:00 Rabu 9 Maret 2016 hingga 00:00 Kamis 10 Maret 2016.

“Kami akan berada di rumah 24 jam, anak-anak muda biasanya berkumpul saat hujan untuk beribadah,” kata Sucipto, Kepala Dusun Karang Tengah.

Sepanjang Nyepi, umat Islam dan warga beragama lainnya di Karang Tengah tetap menjalankan aktivitas masing-masing. Masjid-masjid terus mengumandangkan azan lima waktu sehari. Hanya saja ada yang berbeda saat Nyepi berlangsung di desa.

“Biasanya suaranya lebih kecil dan waktu penggunaan speaker juga lebih singkat. “Kalau Rabu pagi mau salat gerhana juga tidak apa-apa, kami tidak masalah, namanya juga ibadah,” kata Sucipto.

Selain suara, masjid juga toleran jika menyalakan lampu di malam hari. Listrik hanya akan menyala pada saat salat Maghrib dan Isya. Seperti penerangan di jalan protokol yang hanya menyala hingga pukul 00.00 sebelum dimatikan oleh warga sekitar.

“Sebagai bentuk toleransi warga, lampu jalan protokol juga dimatikan pada tengah malam. “Kalau semua lampu di rumah kita padam,” lanjutnya.

Anjangsana Sampai Nyepi

Usai Nyepi, Kamis 10 Maret, warga beragama Hindu akan bersembahyang di tempat suci terbesar, termasuk Candi Badut, Kabupaten Malang untuk menggelar upacara. Tembak Apimenyalakan kembali semangat aktivitas usai menjalani Nyepi.

Di Desa Karang Tengah, warga juga saling berkunjung. “Ibarat Idul Fitri, kita mengunjungi tetangga kita yang beragama Islam. “Saat Nyepi, mereka yang mengunjungi kami memiliki tujuan yang sama yaitu saling meminta maaf dan memaafkan,” ujarnya.

Tak hanya anjangsana, warga juga mengirimkan makanan ke tetangganya. Ada opor ayam dan berbagai masakan lainnya yang sering tersedia saat libur Idul Fitri.

Umat ​​​​Hindu juga menggunakan daun kelapa saat merayakan Nyepi. Meski bentuknya berbeda. Janur dipasang untuk menghiasi penjor di depan rumah dan pada sesaji, sedangkan pada hari raya Idul Fitri, daun kelapa digunakan untuk membungkus ketupat.

“Nyepi adalah hari raya besar kita, seperti Idul Fitri bagi umat Islam,” jelas Sucipto.

Menurutnya, tradisi tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun sejak agama Hindu pertama kali masuk pada tahun 1960-an hingga saat ini. “Kepala desa yang pertama dari Tengger, dia beragama Hindu. “Setelah itu, banyak warga yang beragama Hindu hingga saat ini,” jelasnya. – Rapper

BACA JUGA:

pengeluaran hk hari ini