• November 26, 2024

Ubah orang, ubah visi dan misi

JAKARTA, Indonesia – Pada tahun 2008, saya berkesempatan ke Brazil untuk meliput kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jalanan di Brasilia, ibu kota Brazil, cukup padat. Bedanya dengan Indonesia, langit di sana berwarna biru cerah. Membersihkan. Kendaraan di Brazil menggunakan biofuel, campuran etanol yang dihasilkan dari tanaman tebu. Meskipun pemerintahan telah berganti dan presiden berasal dari partai politik yang berbeda, pengembangan biofuel etanol terus berlanjut di Brasil selama 40 tahun terakhir. Berkelanjutan. Bersama Amerika Serikat, Brasil merupakan produsen biofuel terbesar di dunia.

Saya teringat Brasil, ketika Minggu, 10 Januari lalu, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Sukarnoputri memberikan pidato pada pembukaan Majelis Kerja Nasional (Rakernas) ke-43. Dalam kesempatan tersebut, Megawati mengingatkan tentang “Pola Pembangunan Nasional yang Universal dan Terencana”. Megawati menyayangkan praktik pertarungan visi lima tahun di setiap pemilihan presiden. “Ubah orang, ubah visi dan misi. Ganti pemimpin, ubah visi dan misi. Saya sering bercanda tentang hal ini, yang merupakan hasil pemilihan langsung: “pemimpin visi dan misi” selama lima tahun.

Sindiran Megawati ada benarnya.

Pola Pembangunan Nasional Terencana Universal sebenarnya merupakan gagasan utama ayahnya, Presiden Sukarno. Hal itu disampaikan presiden pertama Indonesia pada rapat Dewan Perencanaan Nasional pada 28 Agustus 1959.

Masalahnya, jangan hanya visi misi, komunikasi antara presiden dan presiden berikutnya juga bermasalah. Yang paling segar tentu saja ketika Megawati yang merupakan presiden sebelumnya menolak menghadiri undangan yang disodorkan pemerintahan SBY di 10 tahun terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Komunikasi tersendat, apalagi membahas visi dan misi.

Komunikasi antar PDIP yang memposisikan diri sebagai oposisi dilakukan dalam forum rapat kerja di parlemen. Dan karena jumlah suara yang hilang dibandingkan koalisi pendukung pemerintah, posisi PDIP biasanya berbeda dengan pemerintahan SBY.

SBY sebenarnya melanjutkan beberapa kebijakan yang diterapkan pada era Presiden Soeharto, seperti pos pelayanan terpadu (Posyandu) ibu dan anak serta pengaktifan kembali program keluarga berencana.

Pasca Soeharto, Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang selama ini menjadi acuan pembangunan lima tahun juga dihentikan. Sekadar mengingatkan, GBHN merupakan haluan negara mengenai penyelenggaraan negara secara luas sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun. Pasca amandemen UUD 1945 dimana terjadi perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi.

Amandemen UUD 1945 terjadi pada era Presiden Abdurachman Wahid dan Presiden Megawati.

Sebaliknya, UU No. 25 Tahun 2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menentukan pelaksanaan tujuan berdirinya Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yang dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang).

Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dituangkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi, dan program pembangunan presiden terpilih yang dipimpin oleh RPJP. Di tingkat daerah, Pemerintah Daerah harus menyusun RPJP dan RPJM Daerah sendiri, dengan mengacu pada RPJP Nasional.

SBY melanjutkan kebijakan baik di era Megawati, yakni dukungan terhadap program pemberantasan korupsi dan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

SBY juga merumuskan rencana induk percepatan pembangunan ekonomi Indonesia yang memuat rencana pembangunan lima tahun, seperti rencana pembangunan lima tahun (repelita) pada era Suharto.

Jokowi mengubah pola itu dengan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional untuk lima tahun. RPJMN berfungsi sebagai pedoman Kementerian/Lembaga dalam penyusunan rencana strategis, sebagai bahan penyusunan dan adaptasi RPJM Daerah, sebagai pedoman pemerintah dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (GWP), dan sebagai acuan dasar dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (GWP). pemantauan dan evaluasi RPJM Nasional.

RPJMN 2015-2019 merupakan visi, misi dan agenda (Nawa Cita) Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, dengan menggunakan Rencana Teknokratis yang disusun oleh Bappenas dan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025.

Kini, PDIP menjadi partai politik yang berkuasa. Presiden Joko “Jokowi” Widodo adalah usulan PDIP. Megawati mengusulkan visi dan misi jangka panjang, bahkan 100 tahun.

“Rencananya jangan sampai berubah hanya karena pergantian pemimpin. Sudah saatnya bangsa ini mempunyai arah pembangunan nasional jangka panjang, rencana berupa pola pembangunan nasional dalam segala bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat; sekaligus berkembang dalam bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan budaya, serta yang tidak kalah pentingnya: bidang spiritual. “Semuanya harus ada dalam satu kesatuan dan sinergi antar pulau, antar wilayah, untuk menjadi Indonesia Raya,” kata Megawati.

Bagaimana tanggapan Jokowi?

“Saya sepakat kita perlu mulai serius memikirkan pembangunan jangka menengah, jangka panjang, yang memuat rencana besar kita, cita-cita besar kita, impian besar kita,” kata Jokowi saat berpidato di Majelis Kerja Nasional PDIP.

Jokowi mengatakan pembangunan nasional harus direncanakan dalam 100 tahun ke depan. Jadi, pembangunan Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang jelas.

Jika Megawati dan Jokowi sepakat, berarti RPJMN akan berubah dan kembali ke era Soekarno. Tergantung proses politik di DPR dan MPR, karena itu berarti TAP MPR juga harus diubah.

Implementasinya juga sangat bergantung pada komitmen para pemimpin era pasca-Jokowi untuk menjalankan visi jangka panjang tersebut, yang tentunya harus selalu disesuaikan dengan perkembangan situasi dunia dan kebutuhan 250 juta penduduk Indonesia yang mungkin akan terus meningkat. dengan puluhan juta dalam 100 tahun ke depan.

Tujuh impiannya dituangkan Jokowi dalam kapsul harapan saat berada di Merauke, Papua pada akhir tahun 2015.

Sekarang mari kita simak penggalan pidato Sukarno tentang Pembangunan Nasional Semesta:

Nah, bangsa Indonesia itu kira-kira seperti itu, sebuah bangsa
Indonesia yang 88 Juta hanyalah sekedar pemikiran, pemikiran dan
dalam dialognya, tapi karyanya brilian, dia selalu berhasil
disebut ditjakrawala, tjahajanja selalu menarik perhatian orang
fantasi dan inspirasi dari kerelaan berkorban masyarakat In-
Indonesia, Tjahajanja itu brilian, begitu pula bangsa Indonesia
siap berkorban untuk mencapai prestasi gemilang itu tapi
garis besarnya kabur di matanya. Dia membutuhkan-
dia seorang arsitek. Jadi arsiteknya bersaudara. Hanya
sendiri, sejujurnya, bahkan tidak tahu persis garis-garisnya
masyarakat yang adil dan makmur itu. Ketahui saja garis-garisnya
Secara umum, raja hanyalah orang yang memegang kendali
jat, tertarik pada tjahaja agung yang berjumlah puluhan
tahun yang bersinar memanggil di ujung surga. Serahkan saja…
dipanggil kepada saudara-saudara, dipimpin oleh kepala saudara,
Bpk Muhammad Yamin.– Rappler.com

BACA JUGA:

Togel Sydney