• April 7, 2025

Ucapan Sultan Yogyakarta berbahaya bagi pelajar Papua

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono

YOGYAKARTA, Indonesia – Anggota Komisi I Dewan Rakyat Papua menilai Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono Perkataan Sultan bagi masyarakat Yogyakarta ada maknanya.

“Kalau kita menuruti kata-kata itu, wah bisa disalahgunakan,” kata salah satu anggota Komisi I DPR Papua, Wilhelmus Pigai.

Para pembentuk undang-undang mengaku khawatir dengan sikap Sultan yang justru turut memicu persoalan tersebut. Menurut Pigai, penyelesaian masalah Papua tidak bisa menggunakan pendekatan kekerasan dan militeristik. Tindakan represif hanya akan melahirkan nasionalisme ganda dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pernyataan tersebut disampaikan anggota DPR Papua yang mengunjungi Asrama Kamasan I Papua di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta. Hal ini merupakan tindak lanjut pengumpulan fakta terkait peristiwa pengepungan rumah yang terjadi pada 14-16 Juli lalu. Selain Pigai, ada 4 anggota DPR Papua lainnya yakni Tan Wie Long, Mathea Mamoya, Laurensius Kadepa dan Ketua Komisi I Elvis Tabuni.

Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe yang semula dijadwalkan hadir, rupanya membatalkan penerbangan ke Yogyakarta karena ada urusan pemerintah. Namun mereka berjanji akan menyampaikan temuannya kepada Gubernur.

Kelima anggota DPR Papua itu berdialog dengan mahasiswa Papua selama hampir lima jam. Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa Papua memperlihatkan video berdurasi 11 menit 57 detik. Isinya menggambarkan peristiwa pengepungan.

Menonton video tersebut, rombongan anggota DPR Papua terlihat sangat emosional. Ada yang tampak geram menyaksikan tindakan represif aparat dan ada pula yang menitikkan air mata.

Diskriminasi yang meluas

Sejak terjadinya pengepungan asrama Papua, tindakan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua semakin meluas ke daerah lain. Ketua Ikatan Mahasiswa Papua Semarang Pontius Kogoya dan rekan-rekannya mulai merasa tidak nyaman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Situasi semakin memburuk setelah pernyataan Sultan tempo hari.

“Mengapa kami disebut separatis? Apakah karena wajah kita?” Dia bertanya.

Kondisi serupa juga dialami mahasiswa Papua yang tinggal di Jawa Barat dan Jawa Timur. Ketua Ikatan Mahasiswa Papua Bogor Yunus Gobay mengatakan aparat keamanan dan pemerintah setempat membatasi aktivitas dan aktivitas mereka.

Bahkan, hal ini sudah berlangsung sejak tahun 2009. Dulu, saat mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Bogor, aparat keamanan justru memukuli mereka.

“Termasuk saya (ditabrak petugas) juga,” ujarnya.

Selain itu, pada tanggal 1 Desember 2012, pihak berwenang menutup akses keluar masuk asrama Papua, karena para santri sedang menggelar ibadah salat. Tindakan diskriminasi terus terjadi di seluruh lingkungan kampus.

Siswa harus menghadapi berbagai pertanyaan untuk mengenakan kaos seni dan grafis tertentu. Polisi dan petugas intelijen terus memata-matai aktivitas mereka.

Perwakilan mahasiswa Papua di Surabaya, Misatius Morip, mengatakan stigma separatisme juga melekat pada mahasiswa Papua di Jawa Timur. Mereka sering dituduh melakukan makar terhadap Indonesia.

“Peristiwa di Yogyakarta juga berdampak pada kami,” kata Morip.

Alhasil, muncul seruan dari sekelompok mahasiswa Papua di Yogyakarta untuk eksodus dari Pulau Jawa dan kembali ke Papua. Menurut ketua mahasiswa Papua di Yogyakarta, Aris Yeimo, belajar tidak lagi penting jika nyawa mahasiswanya terancam. – Rappler.com

BACA JUGA:

Live Result HK