• November 28, 2024
Untuk mengetahui akar permasalahan bullying

Untuk mengetahui akar permasalahan bullying

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

“Faktornya kompleks, ada karena terbiasa dari keluarga, atau faktor lain dari lingkungan sekitar.”

DEPOK, Indonesia – Kasus perundungan terhadap anak mulai menjadi perbincangan setelah dua insiden terungkap ke publik. Pertama, penampilan sekelompok siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di tempat perbelanjaan swasta; dan intimidasi terhadap mahasiswa yang diduga berkebutuhan khusus di sebuah universitas.

Ada banyak sekali alasan mengapa seseorang – baik anak-anak atau orang dewasa – menindas seseorang. Faktornya kompleks, ada karena terbiasa dari keluarga, atau faktor lingkungan sekitar lainnya, kata psikolog sosial Universitas Indonesia Ratna Djuwita di Depok, Jawa Barat, Rabu 26 Juli , 2017 mengatakan.

Misalnya, seorang anak yang orangtuanya mendidiknya secara paksa berpotensi membawa kebiasaan tersebut ke lingkungan sekolahnya. Atau karena dia mengalami depresi di rumah, dia melampiaskannya pada anak-anak lain yang lebih lemah.

Pada dasarnya, pelaku intimidasi menindas orang lain karena ingin menunjukkan bahwa dirinya mempunyai kekuatan yang besar; padahal kenyataannya tidak demikian. Ratna mengatakan, dalam kasus perundungan selalu ada pihak yang merasa lebih kuat atau lebih lemah.

Ratna menilai motif pelaku bukan karena masalah yang menyebabkan aksi perundungan itu terjadi, melainkan karena kelalaian pihak yang menyaksikannya. “Masalahnya kelalaian, kenapa tidak ditindak tegas?” dia berkata.

Bullying di kalangan anak sekolah sudah berlangsung lama, namun jumlahnya terus meningkat sejak tahun 2004. Bullying masih menjadi masalah paling kompleks yang dihadapi sekolah.

Dari berbagai kasus yang ia teliti, salah satu alasan sekolah membungkam pelaku intimidasi adalah karena orang tua berpengaruh dan banyak berkontribusi. Rasio yang timpang ini membuat pelakunya semakin sewenang-wenang.

Ia mengatakan, sekolah harus berani mengambil sikap dan menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat yang aman bagi semua anak. “Orang dewasa baik guru maupun orang tua harus memberikan zona aman bagi anak untuk mengadu jika menemui masalah,” ujarnya.

Sanksi yang sesuai

Sedangkan mengenai sanksi bagi pelanggar, hal ini harus dipertimbangkan secara matang. Rata-rata sekolah memang menerapkannya tanpa toleransi untuk pengganggu. Jika tidak diskors, pelanggar langsung diskors dan harus mencari sekolah lain.

Sanksi seperti ini tidak bisa menjadi solusi, malah bisa menimbulkan permasalahan baru. Biasanya latar belakang permasalahan membuat anak kesulitan mencari sekolah baru yang berdampak besar pada masa depannya.

“Ketika mereka tumbuh dewasa, kemungkinan mereka terlibat dalam kejahatan, narkoba, dan kesulitan mendapatkan pekerjaan jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak pernah mengalami perundungan,” ujarnya.

Selain itu, potensi pertukaran pelaku juga bisa terjadi hingga perundungan menyebar begitu saja ke sekolah-sekolah yang mungkin belum pernah tersentuh sebelumnya. Akan lebih baik jika pihak sekolah terlebih dahulu memberikan sanksi yang ringan seperti teguran sembari menyelidiki permasalahannya lebih mendalam.

Peneliti Media, Anak dan Keluarga dari Universitas Indonesia Laras Sekarasih juga melihat perlunya mengubah nada pemberitaan kasus bullying yang cenderung menyalahkan sekolah. “Hal ini membuat banyak guru berpura-pura tidak tahu dan sekolah bertindak tergesa-gesa,” ujarnya.

Untuk menghentikan budaya bullying di sekolah harus dimulai sejak masa kanak-kanak. Pertama, dengan mengenalkan empati pada anak mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).

“Anak-anak terbiasa memikirkan bagaimana rasanya menjadi korban. “Anda juga diajarkan untuk meminta sesuatu tanpa memaksa,” ujarnya. Sekolah dan orang tua juga harus memikirkan bagaimana cara menerima keluh kesah atau keluh kesah anak tanpa menjadikannya terlihat seperti pengeluh.

Karena bullying tidak hanya berdampak pada pelaku dan korbannya saja; saksi, keluarga dan juga lingkungan sekitar. —Rappler.com

SDY Prize