• October 7, 2024
Warga Ahmadiyah Bangka diminta “masuk Islam” atau diusir

Warga Ahmadiyah Bangka diminta “masuk Islam” atau diusir

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Human Rights Watch menyerukan pemerintahan Jokowi untuk menghapus peraturan diskriminatif terhadap Ahmadiyah

JAKARTA, Indonesia — Peneliti Human Rights Watch Indonesia Andreas Harsono meminta pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo untuk mengklarifikasi peraturan diskriminatif yang “membenarkan” tindakan intoleransi terhadap kelompok minoritas.

Pernyataan ini diberikan tentang komunitas Ahmadiyah yang oleh Pemerintah Daerah Kabupaten BangkaBangka Belitung, untuk “segera bertaubat menurut syariat Islam” atau meninggalkan wilayah kecamatan Srimenanti Sungaliat dan kembali ke tempat asalnya.

Bahkan, menurut Andreas, sebagian warga Ahmadiyah merupakan warga asli Bangka.

“Mereka WNI, ada akta kelahiran di sana, ada yang punya KTP di sana, ada pula pendatang dari luar Bangka,” kata Andreas kepada Rappler, Senin, 18 Januari.

Andreas menjelaskan, “kebencian” terhadap Ahmadiyah muncul agak terlambat di wilayah Bangka dibandingkan wilayah lain di Indonesia.

“Di provinsi lain, banyak masjid Ahmadiyah yang ditutup. Di Jakarta ada satu (yang tutup), di Bukit Duri. “Di kawasan Priyangan Selatan masih ada puluhan yang hingga saat ini belum bisa dibuka,” kata Andreas.

Soal pengusiran Ahmadiyah di Bangka bermula dari pertemuan 14 Desember 2015.

“Ada delapan puluh lusin orang yang datang, termasuk lima orang Ahmadiyah. “Ada FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), MUI (Majelis Ulama Indonesia), Nadhlatul Ulama, Kapolda, Pegawai Pemda, warga Srimenanti, dan rapat taklim yang menurut mereka sebaiknya (warga Ahmadiyah) ditangguhkan sesegera mungkin,” kata Andreas.

Dalam pertemuan tersebut, ada yang menyarankan agar mereka diberi waktu seminggu atau sebulan untuk mematuhi hasil rapat tersebut, hingga kemudian muncul surat yang ditandatangani Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka Fery Insani yang meminta mereka untuk pindah agama sesuai dengan ketentuan. Hukum Islam. , atau segera meninggalkan daerah Srimenanti Sungaliat, dan silahkan tinggal di tempat asalnya.

“Ini adalah pendekatan yang didasarkan pada apa yang disebut masalah, perlakuan terhadap kelompok minoritas dalam tafsir Islam. Dalam penafsiran ini, minoritas harus mematuhi mayoritas. Pilihannya adalah selalu, jika tidak, maka dikeluarkan. ISIS juga melakukan hal yang sama, tapi ISIS melakukan kekerasan dan membunuh orang,” kata Andreas merujuk pada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Menurut dia, tindakan semacam ini bermula dari peraturan pemerintah yang diskriminatif yang selalu digunakan kelompok intoleran untuk menyerang kelompok minoritas.

“Itu selalu mengacu pada peraturan pemerintah tahun 2008 atau fatwa MUI tahun 2005,” ujarnya.

Oleh karena itu, Andreas meminta momentum diskriminasi yang dialami warga Ahmadiyah di Bangka menjadi peluang bagi pemerintahan Jokowi untuk memperbaiki regulasi yang ada.

“Kami berharap ketidakbenaran ini segera dihentikan oleh pemerintah pusat, sehingga pemerintah pusat memanfaatkan kesempatan ini untuk membersihkan warisan SBY yang tidak benar, tidak adil dan jahat terhadap Ahmadiyah,” kata Andreas.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri 2008 tentang Jemaah Ahmadiyah Indonesia Dan Fatwa MUI terlibat dikeluarkan pada era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Andreas menanggapi pendapat mengenai “khayalan” Ahmadiyah di balik pengusiran mereka di Bangka, dengan keyakinan bahwa hal tersebut merupakan hak setiap warga negara.

“Katakan saja mereka berbeda, lalu apa yang harus kita lakukan? “Itu hak semua orang,” katanya.

“Selama dia tidak melakukan tindak pidana, tidak menimbulkan kerusakan, tidak mengebom, menurut saya sah-sah saja. Karena jika negara melihat hal-hal seperti itu, tidak entek-entek,” kata Andreas.—Rappler.com

BACA JUGA:

Sidney siang ini