Warga ‘celana merah’ tolak investor Pantai Watu Kodok
keren989
- 0
Warga ingin membuktikan bahwa meski hanya lulusan SD, mereka tahu apa yang terbaik untuk diri sendiri dan lingkungan.
YOGYAKARTA, Indonesia – Pantai Watu Kodok di Tanjungsari, Gunungkidul, Yogyakarta mendadak ramai pada Rabu, 25 Mei. Puluhan, bahkan mungkin ratusan bendera merah putih berkibar di sepanjang pantai. Ratusan warga berjalan beriringan menuju pantai.
Ada kebanggaan dalam suara tawa mereka. Sebagian besar dari mereka mengenakan seragam celana merah dan kemeja putih.
Di pinggir pantai, mereka memulai upacara bendera untuk menandai pembukaan acara. Ada pemimpin upacara, pembaca teks UUD 45 dan teks Pancasila, dan tentu saja pengibar bendera. Di pantai bapak dan ibu menghormati bendera merah putih.
Selamat datang di Rooibroekfees atau Kathok Abang, acara refleksi untuk mengenang keberhasilan warga setempat menolak calon investor yang ingin menguasai Pantai Watu Kodok pada Mei 2015 lalu.
Tetua Watu Kodok, Yahya Yusmadi mengatakan, festival kathok abang merupakan cerminan dari satu tahun perlawanan warga terhadap investor yang ingin menguasai pantai Watu Kodok. Yahya ingat betul, salah satu kaki tangan investor saat itu mengkritik warga yang sebagian besar berpendidikan rendah karena menuruti keinginan investor.
“Kandang kucing aja abang, lebih baik menuruti saja! Kalau tidak tahu apa-apa ya ikut saja,” kata Yahya menirukan ucapan salah satu kaki tangan investor, Rabu 25 Mei lalu.
Secara harfiah berarti celana merah saudara sangkar kucing. Dalam hal ini, kathok abang merupakan simbol jenjang pendidikan sekolah dasar. Orang biasanya menggunakan istilah abang kandang kucing untuk menyebut orang yang hanya lulusan sekolah dasar. Dari kuartal itulah festival Kathok Abang lahir.
Warga menerima sindiran tersebut dan tidak tinggal diam. Mereka ingin membuktikan bahwa meski dianggap berpendidikan rendah, mereka tahu apa yang terbaik untuk diri sendiri dan lingkungan.
“Mari kita buktikan, walaupun baru lulus SD, kita bisa berjuang. Pantai Watu Kodok Tak Ada Investornya! Dan kami tidak akan pernah memberikannya kepada investor,” kata Yahya.
Perebutan pantai Watu Kodok antara warga dan investor dimulai pada Mei 2015. Saat itu, ada investor yang datang dan mencoba membersihkan lapak warga dan menguasai Pantai Watu Kodok. Mereka berdalih Watu Kodok bukan milik warga melainkan milik Keraton Yogyakarta atau kawasan Sultan Ground.
“Memang benar ini Sultan Ground. Namun perlu diingat pesan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, bahwa Tanah Sultan harus digunakan untuk kepentingan masyarakat. Untuk masyarakat, bukan perorangan atau investor,” kata Yahya sambil menunjuk spanduk berfoto Sri Sultan Hamengku Buwono X yang dipasang warga di pinggir pantai.
Selama ini Pantai Watu Kodok sendiri memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian masyarakat. Warga Watu Kodok yang dulunya bekerja sebagai pemulung di Kota Yogyakarta, kini bisa kembali ke Watu Kodok dan hidup dari pariwisata.
Suradi, salah satu warga yang menggantungkan hidup dari Pantai Watu Kodok sekaligus penggagas Festival Kathok Abang, tak bisa membayangkan jika Pantai Watu Kodok dikuasai investor. Jangankan mendapat pemasukan dari wisata, untuk sekedar memancing saja warga mungkin tidak diperbolehkan.
Selain persoalan potensi ekonomi, Suradi melihat persoalan lain yang bisa muncul jika Watu Kodok dikuasai investor, yakni kerusakan lingkungan. Kondisi pantai yang indah diperkirakan akan rusak akibat pembangunan resort oleh investor.
“Kerusakan alam ini tidak bisa dihindari jika dikelola oleh investor. Pembangunan pasti menghancurkan alam. Sudah bagus sekali, kami tidak ingin Watu Kodok merusak alamnya,” kata Suradi.
Suradi berharap Pantai Watu Kodok tetap dikelola oleh warga sehingga banyak masyarakat yang bisa merasakan manfaat dari Pantai Watu Kodok, tidak hanya segelintir orang saja.
Selain upacara bendera, pada saat festival Katok Abang juga diadakan festival bersama warga dan sesaji serta seekor ayam hitam di laut selatan. Sebelumnya warga juga menggelar workshop rontek bergerak bersama komunitas seniman.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman aktivis dan seniman yang berdiri dalam solidaritas perjuangan masyarakat Watu Kodok. Kami berharap Festival Kathok Abang dapat menyemangati warga dan juga memberikan dampak positif bagi perkembangan pariwisata di Pantai Watu Kodok,” kata Suradi. – Rappler.com