• November 23, 2024
Warga kota menolak memeriksa jenazah terduga teroris Siyono

Warga kota menolak memeriksa jenazah terduga teroris Siyono

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Warga yang mendukung autopsi diminta meninggalkan Desa Pogung

KLATEN, Indonesia – Pejabat Kota Pogung, Cawas, Klaten, menolak rencana otopsi jenazah terduga teroris Siyono, 34, yang dilakukan tim dokter forensik RS Muhammadiyah. Jika hal ini terus berlanjut, mereka akan melarang pemakaman kembali jenazah Siyono di kota dan mengusir keluarga yang mendukung otopsi tersebut.

Penolakan tersebut disampaikan Kepala Desa Pogung Joko Widoyo dan beberapa perwakilan masyarakat pada Rabu pagi, 30 Maret. Keputusan ini diambil berdasarkan keputusan rapat pejabat kota, ketua RW, ketua RT, dan perwakilan tokoh masyarakat pada Selasa malam.

“Ini kesepakatan warga Desa Pogung menyikapi rencana otopsi Siyono. “Kami belum menerima surat permintaan otopsi, tapi kami mengetahuinya dari pemberitaan,” kata Joko.

Berikut isi surat persetujuan warga yang ditulis tangan dan tertanggal 29 Maret:

Berdasarkan rapat yang dihadiri elemen masyarakat, diputuskan bahwa masyarakat Desa Pogung mendukung isi surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani oleh keluarga Siyono (ayah dan ipar) yang intinya meminta perlindungan terhadap Desa Pogung. memiliki. Pemerintah.

Apabila ada salah satu warga yang mengingkari surat pernyataan tersebut, maka warga masyarakat akan memberikan sanksi berupa:

1. Otopsi wajib dilakukan di luar Desa Pogung

2. Jenazah setelah diotopsi tidak boleh dikuburkan (lagi) di wilayah Desa Pogung

3. Keluarga pendukung autopsi tidak boleh bertempat tinggal di wilayah Desa Pogung

Menanggapi penolakan tersebut, Wagiyono, kakak laki-laki Siyono, mengaku kecewa dengan larangan menguburkan kembali jenazah adiknya di desa. Namun, dia akan mencoba mendiskusikan kembali rencana otopsi tersebut dengan pihak kota untuk mencari solusi.

Persoalan penolakan warga ini bermula dari sikap perpecahan internal keluarga Siyono sejak awal. Ayah Siyono sekaligus kakak laki-lakinya, Marso Diyono dan Wagiyono tak mau memperpanjang kasus tersebut dan berusaha menerima kematian Siyono dengan ikhlas meski mencium bau yang aneh.

Marso menandatangani surat perdamaian dan bertemu dengan pejabat kota dan polisi setempat di balai kota beberapa waktu lalu untuk meminta perlindungan. Ayah Siyono mengaku lelah dan ingin kembali hidup normal di masyarakat tanpa diganggu oleh jurnalis yang setiap hari berkunjung ke rumahnya.

Sementara istri Siyono, Suratmi enggan menerima tawaran perdamaian dan memilih kabur dari rumah. Dia ingin persoalan kematian suaminya terungkap ke publik untuk mencari keadilan.

Suratmi didampingi pengacaranya, Sri Kalono, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemarin mengadukan kasus tersebut dan meminta bantuan hukum kepada Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Yogyakarta.

Kepada Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Busyro Muqqodas, ia menitipkan dua bungkusan “uang perdamaian” yang masih terbungkus rapat, yang diberikan oleh seorang perempuan yang diduga anggota Densus.

Siyono ditangkap Densus 88 pada 8 Maret setelah meninggalkan masjid di sebelah rumahnya, dan kembali ke rumah dalam keadaan meninggal empat hari kemudian. Dari keterangan keluarga, Siyono ditangkap dalam keadaan sehat.

Ia meninggal saat menjalani pemeriksaan Densus. Mabes Polri menyebut Siyono meninggal karena kelelahan usai berkelahi dengan anggota Densus di dalam mobil.

Sementara itu, pihak keluarga dan Tim Pembela Muslim Islamic Study and Action Center (ISAC) Solo mempertanyakan pernyataan polisi tersebut karena menemukan sejumlah luka berdarah dan lebam di sekujur tubuh – di bagian belakang kepala, mata dan wajah, serta kedua kaki. dan kuku kaki – yang diduga merupakan indikasi penyiksaan.

Sementara itu, Muhammadiyah dan Komnas HAM memutuskan menunda otopsi jenazah Siyono yang rencananya dilakukan hari ini. – Rappler.com

HK Malam Ini