• June 7, 2025

Warga pasar ikan merayakan Idul Fitri di tengah reruntuhan rumah

JAKARTA, Indonesia – Ratusan warga pasar ikan di Penjaringan, Jakarta Utara Merayakan Idul Fitri di tengah reruntuhan rumah mereka yang digusur pemerintah DKI Jakarta pada pertengahan April lalu.

Usai menunaikan salat Idul Fitri, mereka menggelar acara halalbihalal sederhana, lengkap dengan jendela Sejak tiga hari menjelang Idul Fitri, warga mulai menyiapkan 200 porsi makanan khas Idul Fitri.

“Kami tidak akan pulang. ketika semua orang pulang “Pemerintah akan memanfaatkan kesempatan ini dan mengevakuasi Kampung Akuarium di Pasar Ikan, Penjaringan,” kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya yang ditemui di kawasan Vismark, Rabu, 6 Juli.

“Sekarang, kami terpisah dari tetangga lama kami. Apa adanya seperti ini “Kita bisa berkumpul lagi, dari Marunda dan dari Rawa Bebek kita akan menjadi satu,” kata Endang (52 tahun). wanita membuka toko di daerah itu setiap hari.

“Dengan ini (halalbihala) kita bisa bertemu lagi. “Pengin banget bisa bareng lagi seperti dulu,” kata Endang yang mengaku sudah 30 tahun tinggal di Pasar Ikan.

Meletakkan

Pemerintah DKI Jakarta menggusur Pasar Ikan pada pertengahan April dan merelokasi warga ke berbagai apartemen di Jakarta. Namun sebagian dari mereka kembali ke Pasar Ikan dan mendirikan rumah darurat dan shelter, blantai dari puing-puing ditutupi terpal dan dinding dari papan. Bahkan, sebagian warga memilih tinggal di perahu setelah rumahnya hancur.

“Masalahnya, sebelum digusur, tidak pernah ada pembicaraan. “Kami juga yang mengejar pemerintah dan suratnya sudah diserahkan,” kata aktivis Ratna Sarumpaet yang ikut salat Idul Fitri bersama warga Pasar Ikan.

TIDAK pemerintah bisa karena sudah diberi kekuasaan oleh rakyat, maka itu bagus seperti itu. Bahwa hal itu akan terlaksana gaya lama kolonial, oke, kami juga setuju. Tapi bagaimana dengan mereka (warga yang digusur)?”

Seorang warga, Musdalifah, yang mengaku sudah 15 tahun tinggal di Kampung Akuarium, mengatakan mereka diberi waktu 11 hari untuk pindah.

“Waktu itu kami malah ke kecamatan dan diberitahu (Pasar Ikan) tidak dibangun (digusur). Kami bahagia dong, kami sudah bersyukur karena alhamdulillah kami tidak diusir. Tapi bagaimana setelah itu?” tanya Musdalifah yang biasa disapa Mus.

Bertahan hidup di Pasar Ikan

Salah satu alasan warga menolak pindah ke apartemen yang disediakan pemerintah DKI adalah karena pekerjaannya.

“Kita kerja. Dari Marunda sampai Pantai Indah Kapuk end to end. Kalau nelayan tinggal di rumah susun, bisa hidup? Kerja keras, apa pun susah. Listrik mahal.” Katanya listrik disubsidi, tapi sepertinya hanya itu saja. harganya beberapa ribu,” keluh Mus.

Warga lainnya, Dina (26 tahun), yang sudah empat bulan berjualan jajanan kaki lima di Taman Ismail Marzuki, menambahkan: “Bukan hanya karena jauh. Tapi kami tidak tahu daerah di sana, dan kami terbiasa tinggal di sini dan bekerja jauh. Apalagi sekolah, untuk anak-anak kan?”

Dina mengaku sudah 25 tahun tinggal di Pasar Ikan.

“Sekolahnya jauh, dari Rusunawa ke tempat kerja jauh, biayanya mahal. Waktu, Jakarta stuck,” kata Andi Arifin, 55 tahun, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh di kapal pengantar makanan dan pakaian antar pulau dan sudah 41 tahun tinggal di Pasar Ikan.

“Bahkan saat penggusuran, kami diberitahu bahwa rusun sudah siap. Ketika kami sampai di sana, tidak ada apartemen. Kami harus berbaring di sana, “Ada warga dari sini yang barang-barangnya sudah tergeletak di sana hingga seminggu,” kata Mus.

Menurut Mus, warga di Pasar Ikan terpaksa meninggalkan rumahnya pada hari penggusuran. Satpol PP, TNI, dan Polri memenuhi area Rusun Mitra Bahari hingga Kampung Akuarium sambil melakukan penggusuran warga.

“Kami belum keluar, petugas sudah antri, menggedor-gedor rumah kami dan meminta kami keluar. Jadi itu menakutkan. “Sekarang banyak anak kecil yang mengalami trauma,” kata Mus seraya menambahkan bahwa petugas membawa senjata laras panjang.

“Di media bilang ada 4.200, itu bohong, petugasnya ada enam ribu setelah kita tahu,” kata Mus.

“Mungkin kalau (di sini) sarang narkoba, atau sarang teroris, itu biasa saja. Tapi ini, ya Allah, hanyalah sebuah desa.”

“Aturan mudiknya, jadi jangan mudik. “Kalau memang enak pulang, Ahok tempatnya di (Vismark), di sini tidak ada siapa-siapa,” jelas Mus.

“Kami di sini bukan untuk bertarung. “Tapi kami tetap meminta hak kami,” kata Dina.

Legalitas

“Bagaimana bisa (warga kami) ilegal? (Kita) punya PBB, punya tagihan listrik dan air,” kata Andi menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Diakuinya, tidak semua warga memiliki sertifikat tanah, namun mereka sudah lama tinggal di Kampung Akuarium dan membayar listrik, air, dan PBB. Selain itu, ada warga yang memiliki sertifikat tanah namun masih terus digusur.

Kini warga tidak mempunyai akses air dan listrik, karena sebulan sebelum digusur, akses air terputus, dan sehari sebelum digusur, listrik padam. Namun warga mengaku menerima air dan makanan serta tenda dari berbagai pihak selama bulan Ramadhan.

Kontrak politik

Andi dan Mus mengatakan, saat kampanye pemilihan gubernur Jakarta tahun 2012, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengunjungi Pasar Ikan sebanyak tiga kali untuk meminta dukungan.

Jokowi pun memberikan kontrak politik. “Bahwa desa di sini tidak akan digusur, tapi akan ditata kembali,” tegas Mus.

Kontrak politik tersebut dibuat dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta, dan masih eksis hingga saat ini.

Andi pun mempertanyakan mengapa penggusuran Pasar Ikan tidak seperti Kalibaru di mana Jokowi datang dan mengajak warga ngobrol hingga luluh hati.

Dalam rangka Hari Narkotika, Mus menemui Presiden di Jalan Cengkeh. Ia kemudian bercerita kepada Jokowi: “Pak, saya warga Pasar Ikan Akuarium. Kami masih tinggal di tenda.”

Mus mengatakan, Jokowi langsung mendongak dan bertanya, “Akuarium Penjaringan? Apakah masih ada orang yang hidup di sana?”

“Dan dia berjanji akan mencari di sini,” tambah Mus. Rappler.com.

BACA JUGA:

Togel Hongkong