Yuk #Ngobrol2030 sambil jalan-jalan di Jakarta
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Apa itu #Ngobrolin2030? Apa yang salah dengan angka 2030 yang dibicarakan semua orang?
JAKARTA, Indonesia — Banyak orang yang belum mengetahui bahwa tahun 2030 merupakan tahun penting bagi masyarakat global.
Tahun 2030 merupakan batas waktu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih dikenal dengan SDGs, agenda global pengganti Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).
Saat ini, tujuan global ini terdiri dari 17 sasaran dengan 169 sasaran yang mencakup 5 unsur: Manusia, Kemakmuran, Perdamaian, Kemitraan, Dan Planet dalam semangat “Tidak ada seorang pun yang tertinggal.”
Dengan demikian, tujuan SDG bersifat universal dan komprehensif.
Karena masih banyak masyarakat khususnya generasi muda Indonesia yang belum memahami urgensi tujuan global tersebut, maka Indonesian Youth For SDGs (IYFS) mengajak empat komunitas pemuda lainnya (Kompak Jakarta, Kitong Bisa, Rotaract, Sehjira Foundation) untuk bekerjasama dalam organisasi tersebut. dari acara #Chat2030.
Acara ini merupakan kegiatan observasi kota Jakarta dengan menerapkan 5 elemen SDG di atas. Tema yang diangkat adalah “Sustainable Urban Lifestyle” yang mengangkat isu gaya hidup perkotaan Jakarta dan mengaitkannya dengan pembangunan berkelanjutan.
Kenapa Jakarta? Sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi kota percontohan bagi daerah lain di Indonesia. Isu perkotaan juga menarik karena di masa depan 60% penduduk dunia akan tinggal di perkotaan.
Setelah melalui beberapa rangkaian seleksi sejak bulan September lalu, akhirnya terpilih 30 peserta dan dibagi menjadi 5 kelompok observasi di 5 lokasi berbeda yang mewakili unsur kawasan kota, termasuk kawasan; Masyarakat miskin perkotaan, pemukiman menengah, pejalan kaki dan transportasi, taman dan hiburan serta pusat perbelanjaan.
Banyak permasalahan yang ditemukan para peserta selama kurang lebih tiga jam observasi. Misalnya, adanya kawasan kumuh di belakang pusat perbelanjaan dan apartemen, pekerja yang tidak menerima upah sesuai upah minimum, atau fasilitas umum yang tidak ramah bagi penyandang disabilitas.
Hasil observasi disajikan dalam kelompok besar untuk saling berdiskusi mengenai hubungan dengan temuan lain dan juga cara pemecahan masalah. Diskusi ini dipimpin oleh Gabriel Efod Virant Pangkerego selaku Sekretaris Eksekutif Habitat Partnership dan dirumuskan oleh narasumber dari CISDI Indonesia, Mochammad Fadjar Wibowo.
Mengutip pemaparan Fadjar, pencapaian SDGs bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga kita semua: sektor swasta, media, generasi muda dan perguruan tinggi serta komunitas lainnya.
Maka penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu permasalahan SDG, kemudian menggunakan kacamata tersebut untuk melihat permasalahan yang ada di sekitar kita, kemudian berusaha semaksimal mungkin untuk berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Untuk informasi lebih lanjut, segera cek media sosial Pemuda Indonesia untuk SDGs (@indoyouth4sdgs)! —Rappler.com