• November 25, 2024

Komitmen HAM Budi Waseso Dipertanyakan: Dari Buaya Hingga Peter

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Budi Waseso harus mencabut pernyataannya soal pemberantasan narkoba dengan buaya. Selain itu, aktifkan kembali metode penembakan misterius (Petrus)

Dalam beberapa pekan terakhir, media memberitakan banyak rencana hukuman yang disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso, mulai dari menempatkan narapidana narkoba di pulau yang dikelilingi buaya hingga mengaktifkan kembali penembakan misterius.

Lebih jauh, Wasso bahkan membangun klaim bahwa rencana tersebut tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).

Pernyataan Saudara Waseso sungguh menyedihkan. Permasalahan narkoba memang merupakan permasalahan yang serius. Oleh karena itu, hal ini juga harus ditanggapi dengan serius.

Kelalaian negara terhadap peredaran narkoba, atau kegagalan negara dalam menangani peredaran narkoba, merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Keseriusan negara harus ditunjukkan melalui deteksi dini terhadap pengedar, termasuk pengedar narkoba yang mendapat “perlindungan”, pencegahan (melalui sistem keamanan dan sistem pendidikan), dan penindakan hukum.

Apalagi BNN atau lembaga yang beroperasi selama ini menggunakan uang negara yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA).

Bentuk-bentuk tindakan di atas tidak boleh melebihi kewenangan. Siapa pun yang bertindak atas nama hukum juga terikat oleh hukum itu sendiri.

Hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketertiban. Oleh karena itu, aparat penegak hukum juga harus tertib dan menjunjung tinggi etika dan moralitas hukum.

Hukum dibuat bukan untuk menimbulkan rasa takut, tidak boleh dilakukan dengan cara main-main, seperti melibatkan buaya.

Penegakan hukum harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi Indonesia.

Untuk memahami maksud di atas, siapa pun yang terlibat dalam penegakan hukum, termasuk Kepala BNN, harus memahami bahwa pelanggaran HAM bisa terjadi ketika hukum ditegakkan.

Hak Asasi Manusia bukan sekedar memilih siapa yang benar dan siapa yang salah. Penegakan hukum harus bekerja untuk melindungi hak asasi setiap orang.

Namun bukan tidak mungkin pelanggaran HAM terjadi pada tugas mulia penegakan hukum itu sendiri. Hal ini membutuhkan kecerdasan selain ketegasan.

Penggunaan buaya dan menghidupkan kembali pembunuhan misterius (Pmakan) merupakan kelemahan besar dalam penegakan hukum. Metode ini merupakan metode yang lahir dari semangat koreksi.

Pemasyarakatan harus membatasi kebebasan pelaku kejahatan sebagai hukuman sekaligus mendidik mereka agar tidak mengulangi perbuatannya. Ada unsur pendidikan.

Selain itu, pengguna narkoba dipahami sebagai orang yang perlu diobati. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab negara untuk tampil sebagai garda terdepan dalam penanganan pengguna narkoba.

Setiap orang yang dianggap sakit, menurut UU Kesehatan negara ini, maka menjadi tanggung jawab negara untuk mengobatinya.

Sedangkan Peter masuk dalam kategori tersebut ringkasan pembunuhan (pembunuhan cepat). Kewenangan untuk membunuh oleh otoritas yang sah hanya dapat dilaksanakan pada skala ancaman yang sangat serius kaku, misalnya ketika aparat penegak hukum nyawanya terancam atau melihat nyawa orang lain berada dalam bahaya karena orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan.

Inilah nilai yang disepakati masyarakat dunia dalam prinsip Kuba mengenai kewenangan penggunaan senjata api oleh penegak hukum. Indonesia sebagai bagian dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah seharusnya memahami dan memahami hal ini.

Tahun 80an patut menjadi pembelajaran berharga bagi praktik Petrus di Indonesia. Aksi pembunuhan ini setidaknya telah memakan korban lebih dari 1.300 orang di 5 provinsi di Indonesia.

Pecandu narkoba.  Pecandu narkoba dan mantan pecandu narkoba di iKON saling memberikan dukungan.  Foto oleh Anton Muhajir/Rappler

Sayangnya lagi-lagi bangsa ini tidak bisa menyelesaikan persoalan kekerasan, seperti kasus Petrus di awal tahun 80-an yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Akibatnya, kita kehilangan referensi atas apa yang salah di masa lalu dan apa yang patut dijadikan tolok ukur dan pembelajaran ke depan dalam peran institusi seperti TNI dan Polri.

Budi Waseso terpaksa mencabut pernyataannya soal mengandalkan buaya dalam urusan manusia. Jangan aktifkan cara-cara kriminal Peter dalam penegakan hukum, apalagi melibatkan TNI.

Kita tidak bisa mengandalkan buaya untuk menegakkan ketertiban, apalagi membunuh mereka secara misterius.

Narkoba adalah kejahatan, begitu pula penembakan misterius. Jika cara tersebut dilakukan BNN dan TNI, maka mereka tidak ada bedanya dengan pengguna narkoba. Keduanya melakukan kejahatan.

Negara ini adalah negara hukum, tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum.

Haris Azhar adalah kkoordinator Komisi Orang Hilang dan Anti Kekerasan (KontraS). Dia dapat ditemukan di Twitter @haris_azhar.

BACA JUGA:

SDy Hari Ini