Hari Tanpa Tembakau, pemerintah fokus pada pengendalian tembakau
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Jumlah perokok anak terus meningkat setiap tahunnya. Indonesia masih belum sepenuhnya memahami bahaya tembakau dan rokok.
JAKARTA, Indonesia – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (WTD). Untuk memperingati hari tersebut, organisasi yang menamakan dirinya Gerakan Bersatu Melawan Industri Rokok (Patah) turun ke jalan hari ini.
“Masih banyak persoalan pengendalian tembakau di negeri ini,” kata koordinator lapangan aksi Gebrak, Manik Marganamahendra.
Misalnya RUU Tembakau yang sempat menjadi sorotan publik beberapa waktu lalu karena dinilai menyasar industri rokok. Sementara itu, Volksraad (DPR) sebenarnya sangat getol memperjuangkan RUU ini.
Selanjutnya diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin). Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan Industri Hasil Tembakau (IHT) Tahun 2015-2020. Saat itu, pemerintah ingin meningkatkan jumlah penjualan rokok secara fantastis.
Belum lagi pameran World Tobacco Process and Machinery (WTPM) yang akan digelar di Indonesia pada tahun 2017. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat pro dan menyambut baik keberadaan industri rokok.
“Jelas bahwa Indonesia tidak berpihak pada pengendalian tembakau, hanya saja tidak memilih untuk mengakses FCTC,” kata Manik. FCTC adalah Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau yang dibuat oleh WHO untuk mengendalikan produksi tembakau dan rokok di seluruh dunia.
Menuntut pencabutan undang-undang tersebut
Untuk menuntut pengendalian tembakau yang patuh pada peraturan dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan, Gebrak mendorong Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk merayakan HTTS dengan melakukan 4 hal berikut:
1. Menghentikan pembahasan RUU Tembakau di DPR
2. Mencabut Permenperin 63/2015
3. Mencegah penerapan WTPM di Indonesia pada tahun 2017
4. Segera kunjungi FCTC
Para aktivis Gebrak yang turun ke jalan juga berkesempatan melakukan audiensi di Kementerian Sekretariat Negara untuk menyampaikan tuntutannya terkait hal tersebut. Ketiganya ditemui tiga pejabat Deputi Hubungan Kelembagaan.
Jumlah perokok anak semakin meningkat
Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan RI mengadakan acara dialog terkait pengendalian tembakau di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta. Terungkap bahwa jumlah perokok remaja meningkat drastis sejak tahun 1995.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Mohammad Subuh mengatakan perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda.
“Ada tiga faktor penyebabnya,” ujarnya.
Pertama, generasi muda yang mudah terpengaruh gaya hidup. Seperti anggapan bahwa merokok itu macho dan keren, membuat mereka terjerumus ke dalam kebiasaan merokok.
Kedua, juga akses mudah untuk mendapatkan rokok. Menurut Subuh, jika dilarang di sekolah, masih banyak pedagang rokok yang menjualnya sembarangan. Seperti warung di luar pagar sekolah atau pedagang asongan di pinggir jalan.
Terakhir, adalah harga rokok yang murah. “Hanya dengan Rp 5 ribu saja sudah bisa mendapat beberapa batang,” kata Subuh.
Padahal, di luar negeri, harga rokok bervariasi antara Rp50-140 ribu.
Menurunkan kinerja
Apa yang terjadi pada anak yang mengonsumsi rokok sejak kecil?
Rokok menurunkan fungsi otak, artinya kecerdasan menurun dan mempengaruhi kinerja, kata Hamid Muhammad, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, mereka juga rentan terkena penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, dan kanker di usia tua.
“Sudah saatnya kita menghentikan perokok pemula menjadi perokok aktif,” ujarnya. – Rappler.com
BACA JUGA: