• May 17, 2024
Dinas Kesehatan Riau membantah 9 korban tewas akibat kabut asap

Dinas Kesehatan Riau membantah 9 korban tewas akibat kabut asap

PEKANBARU, Indonesia – Dinas Kesehatan Provinsi Riau membantah laporan media bahwa kabut asap merenggut sembilan nyawa.

“Sampai saat ini belum ada laporan kematian akibat kabut asap,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Andra Sjafril kepada Rappler, Senin 26 Oktober.

Menurutnya, memang beberapa bulan terakhir ini ada warga Riau yang meninggal dunia, namun penyebabnya bukan karena asap.

“Mereka yang dilaporkan meninggal di media harus diselidiki lebih detail penyebabnya. Kami belum mendapatkan laporan itu. Yang dilaporkan, korban meninggal karena sebab lain,” kata Andra.

Sebelumnya, pada 14 September, seorang gadis berusia 12 tahun bernama Muhanum Anggriawati meninggal dunia akibat gagal napas di RS Arifin Achmad, Pekanbaru.

“Dia batuk parah, dia batuk parah minggu itu, dan dia sesak napas setelah batuk,” kata Musriati, ibu Muhanum, kepada Rappler, 19 September lalu.

Namun menurut Andra, penyebab kematian Muhanum bukan karena gangguan pernafasan akibat menghirup asap, melainkan tuberkulosis.

“Dari pemeriksaan dokter, korban meninggal karena TBC,” kata Andra.

Catatan 9 korban

Berdasarkan liputan media dan kesaksian dari keluarga korban, sembilan korban di Riau meninggal akibat terpapar kabut asap, Muhanum hanyalah salah satunya.

Korban selanjutnya di Pekanbaru adalah Umaryanta (45 tahun), pegawai Balatrans Pekanbaru. Umaryanta dikabarkan meninggal dunia akibat penyempitan paru-paru di Rumah Sakit Santa Maria Pekanbaru, 19 September.

Kemudian ada Iqbal Ali (31 tahun), pegawai Kanwil Kemenag Riau yang meninggal dunia karena asmanya kambuh di RS Arifin Achmad, 5 Oktober.

“Sejak awal anak saya menderita asma. Asmanya kambuh lagi sejak merokok berat akhir-akhir ini,” kata Hasan Amal, ayah Iqbal usai pemakaman anaknya.

Selain itu, ada Nafizah Azahrah, anak 1 tahun 9 bulan yang mengalami infeksi paru-paru di RS Awal Bros Panam, 1 Oktober.

Korban berikutnya adalah Ramadhani Lutfi Aeril (9 tahun), siswa MIN 1 Pekanbaru yang meninggal pada 21 Oktober di RS Santa Maria. Dari hasil rontgen, terlihat ada bercak putih di paru-parunya.

Ada juga Keysa Putri, bayi yang baru berusia 45 hari. Ia meninggal dunia pada 22 Oktober di rumahnya di Kompleks Tarai II Kubang Raya, Pekanbaru. Kesya mengalami sesak napas tanpa dibawa ke rumah sakit.

Sedangkan tiga korban lainnya berada di luar wilayah Pekanbaru. Mereka adalah Muliya (12 tahun) dan Andriyanto (10 tahun) yang tinggal di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Angga Saputra (2 tahun) di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan.

Muliya meninggal dunia pada 1 Oktober setelah dirawat di RS Puri Husada Tembilahan, Indragiri Hilir. Saat dilarikan ke rumah sakit, korban mengalami sesak napas, kejang-kejang dan muntah-muntah.

“Hidungnya juga berdarah. Dia meninggal setelah satu hari dirawat, ”kata Mansah, ayah Muliya.

Sementara itu, ayah Andriyanto Kurnain mengatakan anaknya mengalami gejala yang sama sebelum meninggal pada 22 Oktober di RS Puri Husada.

“Dokter mengatakan itu karena merokok. Kemudian saat di rumah sakit, dia dihisap beberapa kali, dan keluar cairan hitam yang banyak,” kata Kurnain.

RSUD Puri Husada Tembilahan memvonis Andriyanto meninggal dunia karena bronkopneumonia – radang dinding bronkiolus (saluran udara kecil di paru-paru). Bronkopneumonia biasanya disebabkan oleh polusi, baik polusi udara, air, maupun tanah.

“Kami tidak memahami penyakit apa tapi kata dokter karena asapnya” kata Kurnain. Diakuinya, selama perpeloncoan, dikabarkan anaknya tidak pernah menggunakan masker saat bermain di luar rumah.

Korban lainnya, Angga Saputra asal Kabupaten Pelalawan, meninggal setelah dirawat di RS Evaria. Dia meninggal karena infeksi paru-paru pada 22 Oktober.

Namun, Dinas Kesehatan Kabupaten Pelalawan langsung membantah kematian Angga akibat asap.

“Kami ke RS Evaria dan konfirmasi langsung ke pihak RS dan dokter yang merawat korban. Jadi kalau dibilang karena ISPA, itu tidak benar,” kata Sekretaris Dinas Kesehatan Asril, Sabtu, 24 Oktober.

Asril mengatakan, korban sudah menderita pneumonia berat atau infeksi paru-paru saat dirawat di rumah sakit. Ada juga beberapa infeksi pada organ dalam.

Namun Asril tidak membantah, jika korban mengalami infeksi paru-paru, paparan asap akan semakin parah jika tidak segera ditangani.

Hasil rontgen dan otopsi diperlukan untuk menentukan penyebab kematian

Koordinator Humas Dinas Kesehatan Provinsi Riau Rozita Rossi mengatakan, pihaknya belum bisa merilis data kematian karena menurutnya, Dinkes hanya menerima laporan dari rumah sakit dan puskesmas se-Riau.

“Kami juga tidak bisa memasukkan mereka yang meninggal karena merokok seperti diberitakan di media sebagai korban merokok, karena perlu kajian lebih dalam. Kami harus memeriksa hasil rontgen dan otopsi,” kata Rozita.

Berdasarkan keterangan keluarga korban, rata-rata korban meninggal karena penyakit ISPA, radang paru-paru, bahkan ada yang kambuh asmanya akibat terpapar kabut asap dan kekurangan oksigen.

Hal inilah yang disesalkan Ketua PWI Provinsi Riau Dheni Kurnia. Dheni mengambil perumpamaan orang yang terus menerus hidup dalam ruangan yang penuh dengan asap rokok, padahal dia tidak merokok.

“Kalau nanti mati, apa tidak bisa dikatakan meninggal karena menghirup asap rokok?” katanya suka.

“Itu benar, orang mati karena akhir mereka akan datang. Namun, rokok bisa mempercepat kematian seseorang,” kata Dheni.

Ia mencontohkan seperti yang terjadi pada Iqbal Ali. Korban memiliki riwayat asma sejak kecil, namun setelah terpapar kabut asap selama lebih dari tiga bulan, asmanya kambuh dan meninggal dunia. —Rappler.com

BACA JUGA:

Data Sydney