• May 20, 2024
Massa 212 Ciamis memilih jalan kaki menuju Jakarta karena ditolak PO Bus

Massa 212 Ciamis memilih jalan kaki menuju Jakarta karena ditolak PO Bus

Dalam perjalanannya, pengunjuk rasa 212 juga memberikan informasi kepada masyarakat tentang tujuan mereka ikut aksi damai tersebut karena menuntut Ahok segera dipenjara.

BANDUNG, Indonesia (UPDATE) – Sebagian umat Islam Kabupaten Ciamis nekat berjalan kaki ke Jakarta untuk mendukung “Aksi Super Damai” yang akan digelar pada Jumat, 2 Desember di Monumen Nasional. Mereka memilih berjalan kaki setelah ditolak sejumlah perusahaan bus lokal.

“Awalnya karena PO (perusahaan motor) mendapat tekanan dari polisi. Jadi, PO bus tidak ada yang mendapat pinjaman bus ke Jakarta untuk aksi unjuk rasa tersebut, kata Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF) Deden Badrukamal saat dihubungi Rappler, Selasa malam, 29 Desember.

Namun kendala tersebut tidak menyurutkan semangat 10.000 orang tersebut untuk melakukan aksi protes. Mereka bertekad berjalan kaki ke Jakarta. Sehingga puluhan ribu masyarakat yang terdiri dari perempuan dan laki-laki meninggalkan Masjid Raya Ciamis pada Senin 28 November pukul 10.20 WIB.

Mereka akan berhenti di beberapa titik sebelum mencapai tujuan akhir di Jakarta. Namun jumlah pejalan kaki kemudian berkurang setelah mereka melihat tayangan di televisi bahwa Kapolri akhirnya mengizinkan bus PO mengangkut massa.

“Kami memutuskan untuk membagi keberangkatan para pengunjuk rasa menjadi dua, dengan beberapa melanjutkan perjalanan dengan bus pada Kamis malam. “Sisanya kurang lebih 1.000 orang masih akan berjalan kaki menuju Jakarta,” kata Deden yang bertindak sebagai koordinator lapangan aksi.

Senin malam, massa pejalan kaki yang semuanya laki-laki tiba dan beristirahat di Pondok Pesantren Miftahul Huda Usmaniyah yang terletak di perbatasan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya dengan jarak sekitar 19 kilometer. Massa kemudian melanjutkan perjalanan hari ini mulai pukul 07.00 WIB.

“Kami sampai di rest area Nagreg, sekitar 100 kilometer dari tujuan kedua (Ponpes Miftahul Huda Usmaniyah),” kata Deden, Selasa malam, sekitar pukul 21.30.

Sepanjang perjalanan, kata Deden, ia dan rombongan mendapat sambutan hangat dari masyarakat yang dilewatinya. Bahkan, mereka mendapat bantuan makanan dan minuman.

“Kami tidak dibiayai oleh siapa pun. Bawalah perlengkapan apa pun yang Anda perlukan. Alhamdulillah banyak masyarakat yang menyediakan makanan, ujarnya.

Deden menampik anggapan pihaknya bangga naik bus karena sesumbar bisa jalan kaki ke Jakarta. Menurutnya, aksi jalan kaki tersebut tetap dilakukan untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa tekad mereka kuat untuk mendorong aparat dan pemerintah melakukan proses hukum yang adil terhadap Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus penodaan agama. Mereka juga mempunyai tujuan lain yaitu mensosialisasikan makna Aksi Bela Islam 212.

“Kami memberikan informasi kepada masyarakat yang berpapasan dengan kami bahwa kami ikut aksi damai menuntut Ahok dijebloskan ke penjara karena sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.

Menurut Deden, tuntutan tersebut tetap menjadi tujuan aksi yang akan ia ikuti nantinya. Sebab, mereka menilai proses hukum terhadap calon Gubernur DKI Jakarta saat ini berjalan lambat.

“Kalau kasus-kasus sebelumnya, kita tangkap dulu, baru (nanti) kita jadikan tersangka,” kata Deden.

Sedangkan dalam kasus Ahok, meski ditetapkan sebagai tersangka, ia tidak ditahan.

Aksi massa Ciamis dikawal sejumlah aparat kepolisian. Ambulans dan akomodasi juga menemani perjalanan untuk menyediakan jika ada pejalan kaki yang sakit atau lelah.

Aksi ini tidak hanya diikuti oleh para pria dewasa saja, namun para remaja dan senior pun tak mau ketinggalan. Menurut Deden, ada dua orang peserta aksi yang sudah berusia 60 tahun.

Massa diperkirakan tiba di Kota Bandung siang ini.

Menolak untuk menentang

Mabes Polri mengaku sempat melakukan pelarangan agar bus PO tidak mengangkut massa, namun membantah hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mematahkan semangat mereka. Menurut Kabag Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar, pihaknya tidak ingin bus PO yang sudah memiliki trayek tertentu terganggu hanya karena sedang mengantar massa ke Jakarta.

“Prinsip pelarangan hanya berkaitan dengan pelanggaran rute. “Pada dasarnya begitu,” katanya, Rabu, 30 November, di Gedung Humas Mabes Polri.

Boy juga membantah polisi disebut-sebut mengambil tindakan politik terkait aturan dan larangan tersebut. Sebagai aparat penegak hukum, Polri hanya menerapkan aturan yang tertuang dalam peraturan angkutan darat.

“Selain pelanggaran jalur yang sering terjadi, persoalan lain juga menyangkut martabat jalan. Bisakah dia melakukan perjalanan jarak jauh? “Kalau masyarakat punya jalur dalam kota, maka akan menuju provinsi,” kata Boy.

Dia menjelaskan, jika mau, polisi bisa menilang bus yang mengangkut massa aksi tersebut, karena bus yang biasa digunakan dalam kota malah dibawa ke luar kota.

“Tapi bukan tiket (kami). Sebaiknya sebaiknya baik-baik saja dan ingatkan kepada penumpang agar berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan. Mohon juga dicek kelayakan kendaraannya dengan baik,” ujarnya. – Rappler.com

Data Sydney