• May 20, 2024
Merupakan ritual masyarakat Aceh untuk mengusir harimau

Merupakan ritual masyarakat Aceh untuk mengusir harimau

Di Provinsi Aceh, masih terdapat sekitar 200-250 ekor harimau yang berkeliaran di hutan

BANDA ACEH, Indonesia – Syarwani duduk di atas batang kayu yang tumbang. Mulut pria bertopi putih itu terus bergumam dan melantunkan doa. Beberapa pria lain duduk dan berjongkok di depannya. Mereka mengitari api yang memakan dahan-dahan pohon.

Setelah api dinyalakan, mereka kemudian menebarkan dupa di sela-sela dahan kayu. Sementara itu, pawang harimau asal Meulaboh, Aceh Barat, melanjutkan doanya.

“Setelah membakar dupa, baru berdoa,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, kepada Rappler, Senin, 31 Juli 2017.

Dia menjelaskan, ritual pengusiran setan harimau yang dilakukan pihaknya di Desa Suka Makmur, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, Aceh pada Sabtu, 29 Juli 2017.

Penggusuran tersebut melibatkan tim BKSDA Aceh dan Flora Fauna International (FFI), serta pawang harimau Syarwani. Tim bergerak ke lokasi setelah menerima laporan masyarakat pada Kamis, 27 Juli 2017 tentang keberadaan harimau di sekitar pemukiman.

Dari laporan tersebut diketahui seekor sapi milik warga sekitar bernama Sulaiman ditemukan mati setelah dimangsa harimau. Tak heran, warga berencana membunuh harimau tersebut. Caranya, warga membubuhkan racun pada sisa mangsa lembu tersebut agar dimakan kembali oleh harimau.

Sapto menambahkan, pihaknya kembali menugaskan beberapa personel untuk mengecek lokasi. Di sana, tim menemukan jebakan lokal untuk membunuh harimau tersebut.

“Saat ditemukan sisa-sisa lembu yang dimakan terdapat racun yang dimaksudkan untuk membunuh harimau, petugas kemudian menginformasikan kepada warga sekitar bahwa pembunuhan harimau merupakan tindakan pidana,” kata Sapto.

Tim BKSDA Aceh, kata Sapto, meminta warga menguburkan sisa-sisa sapi yang dimakan. “Dan warga harus melapor ke BKSDA jika harimau muncul kembali.”

Keesokan harinya, warga melaporkan harimau kembali muncul di sekitar pemukiman. Pada hari Sabtu, 29 Juli 2017, BKSDA Aceh bersama Flora Fauna International (FFI) bergerak menuju lokasi untuk melakukan penggusuran.

Kali ini tim yang turun ke lokasi mendatangkan Syarwani, sang pawang harimau. Di sana, tim membantu pembuatan kandang anti harimau dari kawat berduri.

Pemasangan 4 kamera trap untuk memantau harimau, serta pelaksanaan ritual pengusiran harimau oleh pawang dengan harapan harimau tidak lagi mengganggu ketentraman warga, kata Sapto.

Tak hanya di Lembah Seulawah, Aceh Besar, ritual serupa juga dilakukan di tempat lain yang diganggu harimau. Misalnya saja Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Aceh Tamiang.

Untuk mengusir harimau, ritualnya hanya dilakukan satu kali. Selama ini, ritual tersebut diyakini ampuh untuk memerintahkan harimau kembali ke hutan sebagai habitatnya.

“Sampai saat ini belum ada laporan dari masyarakat mengenai kemunculan harimau. Mudah-mudahan tidak terulang lagi, kata Sapto.

Populasi harimau di Aceh berjumlah 200-250 ekor

Hingga tahun 2017, berdasarkan data BKSDA Aceh, sebaran populasi harimau sumatera di provinsi Aceh kurang lebih 200-250 ekor. Sepanjang tahun ini, belum ada laporan mengenai kematian atau perburuan harimau. Namun, Sapto menduga mungkin ada perburuan liar yang belum terdeteksi pihaknya.

“Selama tahun 2017 tidak ada laporan harimau mati atau diburu. Tapi bukan berarti tidak ada laporan, berarti tidak ada yang dibunuh atau diburu, kemungkinan besar ada, tapi kami tidak tahu atau tidak dapat laporan. “Karena beberapa kali kami menemukan banyak jebakan saat patroli,” kata Sapto.

Meski begitu, BKSDA Aceh tetap melakukan patroli rutin untuk mengantisipasi perburuan satwa dilindungi. Kuncinya adalah pencegahan melalui patroli dan penyadaran masyarakat, serta penegakan hukum, pungkas Sapto. —Rappler.com

Keluaran Sidney