• November 9, 2024
Warga vs Pabrik Semen: Kemenangan Bagi Petani

Warga vs Pabrik Semen: Kemenangan Bagi Petani

SEMARANG, Indonesia – Susmiyati duduk di lantai dan meregangkan kakinya yang pegal setelah berjalan sejauh 122 kilometer dari Pati menuju Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang selama satu hari dua malam. Kedua telapak kakinya masih terasa sakit akibat berjalan tanpa alas kaki di aspal Pantura.

Wajahnya terlihat kuyu karena kurang tidur. Setiap malam ia dan rombongan lebih dari 300 orang hanya singgah untuk beristirahat kurang dari dua jam. Malam hari sebenarnya digunakan untuk berjalan lebih cepat karena tidak ada sengatan matahari dan lalu lintas lebih sepi.

Hampir delapan jam ia menunggu sidang pembacaan putusan PTUN Semarang atas kasus petani di tiga kecamatan di Kabupaten Pati, Tambakromo, Kayen, dan Sukolilo. Mereka menyerukan pembatalan Keputusan Bupati Pati tentang izin lingkungan pabrik semen PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), anak perusahaan PT Indocement Tbk.

Susmiyati berasal dari Kayen yang terletak di pegunungan Kendeng Utara. Kehidupan sehari-harinya bertani padi dan palawija.

Ia adalah seorang petani yang ingin mengawal sidang gugatan masyarakat Kendeng terhadap pabrik semen, tambang batu kapur dan tanah liat di kawasan konservasi batuan karst yang kaya air dan sungai bawah tanah. Kedatangannya di PTUN Semarang pada Selasa, 17 November merupakan yang ke-26 kalinya.
“Daerah kami sangat subur, kami panen empat kali dalam setahun padi, kacang-kacangan, jagung dan jenis palawija lainnya tidak termasuk. “Airnya melimpah dari sumber air gua,” kata Susmiyati.

“Kalau jadi tambang batu kapur dan pabrik semen, air kita akan kering dan lingkungan rusak. Bertani adalah hidup kami, dan kami akan mempertahankan tanah dan air kami.”

Perjuangannya mendapat dukungan dari masyarakat petani di kabupaten lain di wilayah Kendeng Utara: Rembang, Blora, dan Grobogan. Ibu-ibu asal Rembang pun turut serta dalam aksi long march untuk mendukung kakaknya asal Pati, meski sebelumnya gugatan mereka ditolak PTUN pada April lalu. Warga Rembang melakukan perlawanan terhadap PT Semen Indonesia yang akan beroperasi di Rembang.

Berbeda dengan nasib petani Rembang yang masih menunggu upaya banding di PTTUN Surabaya, putusan majelis hakim yang dipimpin Adhi Budhi Sulistyo akhirnya mengabulkan gugatan petani Pati setelah pembacaan putusan secara maraton.

“Memutuskan untuk mengabulkan permohonan penggugat untuk seluruhnya dan Keputusan Bupati no. 660.1/4767 tentang Izin Lingkungan Pembangunan Pabrik Semen dan Pertambangan,” Adhi membacakan penutup keputusan tersebut.

PTUN juga menolak keberatan terdakwa Bupati Pati Haryanto dan terdakwa intervensi PT SMS untuk seluruhnya. Majelis hakim mendasarkan putusannya pada pertimbangan hukum bahwa pembangunan pabrik semen bertentangan dengan Tata Ruang dan Wilayah serta asas umum tata kelola yang baik.
Selain itu, proses analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) juga dinilai belum sepenuhnya melibatkan masyarakat lokal terdampak.

“Kita menang, perjuangan kita tidak sia-sia,” kata Susmiyati sambil memeluk temannya yang terisak haru mendengar keputusan hakim.

Kemenangan kedua
Gunarti, perempuan petani asal Sukolilo yang berasal dari masyarakat adat Sedulur Sikep – penganut ajaran Samin Surosentiko (Saminisme) – tersenyum lega atas keputusan PTUN tersebut.

“Sekarang kami menang lagi. “Setelah ini, kami berharap tidak ada lagi pabrik semen yang didirikan di kawasan Kendeng,” kata Gunarti dalam bahasa Jawa Ngoko, satu-satunya bahasa lisan yang digunakan masyarakat adat Sikep.

Sebelumnya, pada 2009, petani Pati ‘mengalahkan’ PT Semen Gresik melalui gugatannya. Izin lingkungan investasi pabrik semen senilai Rp 4 triliun di Sukolilo dibatalkan PTUN Semarang karena bermasalah AMDAL dan inkonsistensi tata ruang.

Sebagai petani dan pelestari air di kawasan pegunungan karst Kendeng, Gunarti menolak segala bentuk usaha pertambangan di pegunungan karst. Masyarakat adat Sikep merupakan petani tradisional yang menganggap tanah dan air sebagai ibu tempat mereka bergantung.

Gunarti tidak ingin kawasan Kendeng yang memiliki ratusan mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat pertanian –dan kabupaten sekitarnya penghasil padi Jawa Tengah– dirusak dan dikeringkan oleh tambang batu kapur, pabrik tanah liat, dan semen.

Di Sukolilo sendiri terdapat lebih dari 70 mata air yang mampu mengairi lebih dari 4.000 hektare sawah. Karena bersumber dari sungai bawah tanah (gua), mata air ini tidak pernah kering.

Pada tahun 2014, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo (KBAK) sebagai kawasan lindung geologi yang meliputi Pati, Grobogan, dan Blora. Penetapan kawasan konservasi didasarkan pada keunikan struktur geologi, fungsi karst sebagai pengatur alami air tanah, serta nilai ilmiahnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Pada Desember 2014, Bupati Pati Haryanto mengeluarkan surat keputusan izin lingkungan PT SMS, meski ribuan warga di wilayah selatan Pati menolak rencana pembangunan pabrik semen pada sidang AMDAL tiga bulan sebelumnya. Oleh karena itu, pada 4 Maret 2015, lima petani asal Pati menggugat SK bupati tersebut karena AMDAL tidak mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat yang terkena dampak usaha pertambangan.
“Meski lokasi pabriknya bukan di KBAK, namun kawasan tersebut memiliki ciri batuan yang sama yaitu karst,” kata Gunretno, koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

Tidak puas
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Bupati Pati, merasa tidak puas dengan keputusan majelis hakim yang mengabulkan gugatan tersebut dan berencana mengajukan banding ke PTTUN Surabaya. “Kami terdakwa menggunakan mekanisme yang benar dalam mengeluarkan izin lingkungan, namun ternyata fakta tersebut tidak diperhitungkan oleh majelis hakim dalam persidangan,” kata kuasa hukum Bupati Pati, Siti Supiyati.

Sementara itu, kuasa hukum PT SMS, Florianus Sangsun menilai majelis hakim tidak cermat dalam mempertimbangkan dan menilai seluruh bukti dan saksi yang dihadirkan terdakwa dan terdakwa intervensi. Dikatakannya, izin lingkungan tersebut diterbitkan berdasarkan dokumen AMDAL yang telah disetujui oleh Komisi Evaluasi Amdal, dan sesuai dengan Peraturan Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Pati No. 5/2011 lokasinya di luar KBAK.

“Hakim tidak hati-hati. “Jelas bukti-bukti dan saksi-saksi menyatakan bahwa penerbitan izin lingkungan yang digugat telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Florian saat memberikan siaran pers usai sidang.
Pada survei yang menyimpulkan 67 persen masyarakat menolak pabrik semen, menurutnya tidak representatif karena hanya 5 persen masyarakat yang menjadi responden.
“Kami akan mengajukan banding,” katanya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Sdy pools